Cincin aksara Jawa, re: bumi |
“Aku baru tau arti kata Pertiwi hehehe. Dulu, sih, suka nge-bully orang yang namanya Pertiwi, kayak nama TK. Ternyata, artinya indah dan cantik.”
Kembali mengecek komentar lama di blog ini memang seringkali membuatku menemukan banyak ketakjuban. Salah satunya, ya, seperti komentar di atas yang terselip di salah satu tulisan tahun 2017. Agak menggelitik, sebab memang banyak juga yang mengolok-olok nama yang kusandang sejak lahir ini. Terlebih, di depannya ada kata “Bakti”. Coba, deh, “Bakti Pertiwi” sungguh sedap dibuat guyonan, bukan?
Selain itu, banyak juga yang bilang kalau namaku berat. Benar, ada cita-cita besar yang merekat erat di balik namaku. Sebut saja “Bakti” yang artinya perbuatan hormat, kepatuhan, dan kesetiaan. Sementara “Pertiwi” bisa diartikan dengan bumi. Sebagai sebuah kesatuan “Bakti Pertiwi” memiliki pesan dari orangtua (dan kakakku) untuk menjaga bumi dengan sepenuh hati. Cukup berat, memang.
Namun, bagiku, nama ini bukan beban. #UntukmuBumiku, aku justru menganggapnya sebagai sebuah kehormatan yang harus kujaga dengan sebaik-baiknya, sekuat-kuatnya.
Aku tau, aku hanyalah setitik air dari luasnya samudera. Yang artinya, ya, jelas enggak ada apa-apanya di antara sekian milyar manusia di dunia. Mungkin, apa pun yang kulakukan enggak memberi dampak yang besar bagi bumi dan seluruh isinya. Beruntungnya, sih, aku selalu percaya bahwa yang enggak tampak itu bukan berarti benar-benar enggak ada. Jadi, aku akan tetap dengan senang hati melakukan hal-hal kecil sesuai kapasitas tangan ini.
Mungkin, bagi mereka yang sudah sering mampir ke blog ini sejak dulu sekali akan sangat familier dengan cerita-ceritaku di masa sekolah menengah dan satu ekstrakurikuler yang kuikuti di dalamnya; Karya Ilmiah Remaja. Sejak kecil, memang, kusering sekali berkutat dengan bungkus-bungkus plastik, kertas kado bekas, botol air mineral yang tidak terpakai, dan banyak hal lainnya yang seringkali mereka sebut dengan sampah. Benda-benda yang secara fungsi sebenarnya sudah tidak bisa digunakan itu kuakali agar memiliki nilai guna kembali. Nah, di KIR itulah kemampuanku untuk meningkatkan nilai dari sampah-sampah tadi menjadi lebih terasah.
Hal yang terus dilakukan itu, tentunya, perlahan berubah menjadi sebuah kebiasaan. Setelah beranjak dewasa, kegemaran untuk mengolah barang-barang bekas sama sekali belum pudar. Aku masih suka memanfaatkan apa pun yang sudah meninggalkan fungsi awalnya untuk kemudian kualihkan ke fungsi lainnya. Sebut saja botol-botol bekas yang kuubah menjadi celengan lucu, sebuah bingkai foto yang berasal dari majalah bekas, atau kardus bekas yang kuperoleh dari paket belanja daring bisa kugunakan sebagai wadah untuk bermacam keperluan.
Kembali mengecek komentar lama di blog ini memang seringkali membuatku menemukan banyak ketakjuban. Salah satunya, ya, seperti komentar di atas yang terselip di salah satu tulisan tahun 2017. Agak menggelitik, sebab memang banyak juga yang mengolok-olok nama yang kusandang sejak lahir ini. Terlebih, di depannya ada kata “Bakti”. Coba, deh, “Bakti Pertiwi” sungguh sedap dibuat guyonan, bukan?
Selain itu, banyak juga yang bilang kalau namaku berat. Benar, ada cita-cita besar yang merekat erat di balik namaku. Sebut saja “Bakti” yang artinya perbuatan hormat, kepatuhan, dan kesetiaan. Sementara “Pertiwi” bisa diartikan dengan bumi. Sebagai sebuah kesatuan “Bakti Pertiwi” memiliki pesan dari orangtua (dan kakakku) untuk menjaga bumi dengan sepenuh hati. Cukup berat, memang.
Namun, bagiku, nama ini bukan beban. #UntukmuBumiku, aku justru menganggapnya sebagai sebuah kehormatan yang harus kujaga dengan sebaik-baiknya, sekuat-kuatnya.
Aku tau, aku hanyalah setitik air dari luasnya samudera. Yang artinya, ya, jelas enggak ada apa-apanya di antara sekian milyar manusia di dunia. Mungkin, apa pun yang kulakukan enggak memberi dampak yang besar bagi bumi dan seluruh isinya. Beruntungnya, sih, aku selalu percaya bahwa yang enggak tampak itu bukan berarti benar-benar enggak ada. Jadi, aku akan tetap dengan senang hati melakukan hal-hal kecil sesuai kapasitas tangan ini.
Mungkin, bagi mereka yang sudah sering mampir ke blog ini sejak dulu sekali akan sangat familier dengan cerita-ceritaku di masa sekolah menengah dan satu ekstrakurikuler yang kuikuti di dalamnya; Karya Ilmiah Remaja. Sejak kecil, memang, kusering sekali berkutat dengan bungkus-bungkus plastik, kertas kado bekas, botol air mineral yang tidak terpakai, dan banyak hal lainnya yang seringkali mereka sebut dengan sampah. Benda-benda yang secara fungsi sebenarnya sudah tidak bisa digunakan itu kuakali agar memiliki nilai guna kembali. Nah, di KIR itulah kemampuanku untuk meningkatkan nilai dari sampah-sampah tadi menjadi lebih terasah.
Hal yang terus dilakukan itu, tentunya, perlahan berubah menjadi sebuah kebiasaan. Setelah beranjak dewasa, kegemaran untuk mengolah barang-barang bekas sama sekali belum pudar. Aku masih suka memanfaatkan apa pun yang sudah meninggalkan fungsi awalnya untuk kemudian kualihkan ke fungsi lainnya. Sebut saja botol-botol bekas yang kuubah menjadi celengan lucu, sebuah bingkai foto yang berasal dari majalah bekas, atau kardus bekas yang kuperoleh dari paket belanja daring bisa kugunakan sebagai wadah untuk bermacam keperluan.
Ngajarin Adik-adik Kita bikin celengan dari botol plastik |
Baik dulu maupun sekarang, hal tersebut masih begitu menyenangkan untuk kujalankan. Sebab, selain untuk mitigari perubahan iklim pada bumi, juga bisa mengasah sisi kreatif dan tentu saja menekan pengeluaran yang dananya bisa dialokasikan ke keperluan lain.
Di samping mendaur ulang benda-benda yang sudah tidak terpakai menjadi berdaya guna lagi, aku juga suka jika mengkreasikannya menjadi sebuah karya seni. Misalnya, kain-kain bekas dari baju yang sudah tidak terpakai menjadi hiasan dinding yang cantik. Atau bisa juga membuat kolase dari beberapa baju bekas menjadi baju utuh yang nyentrik. Yakin, ada banyak cara untuk mengurangi sampah dari bumi ini.
Setidaknya itulah hal-hal sederhana yang bisa kulakukan untuk menjaga bumi. Sesak dadaku ketika tau kalau pada 2016 ada 2,01 miliyar ton sampah yang menumpuk di dunia ini. Dari Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pun pernah mencatat bahwa di Indonesia diperkirakan setiap penduduk memproduksi sekitar 0,68 kilogram sampah setiap harinya. Jika terus dibiarkan, lama-lama kita akan kesulitan menghirup udara bersih dan artinya akan mengganggu kesehatan tubuh kita.*
Jangan biarkan itu terjadi! Aku masih ingin menikmati udara bersih dan sejuk di bumi ini. Aku yakin kamu pun merasa demikian. Kalau begitu, ayo #TimeforActionIndonesia mulai dari yang paling kecil kita kurangi sampah yang kita produksi setiap harinya. Kebetulan sebentar lagi akan kita peringati sebagai Hari sSumpah Pemuda, kan? Kalau gitu, aku bersumpah akan mengurangi kuantitas sampah yang kubuat setiap harinya dan memanfaatkannya semaksimal yang kubisa. Kuharap kamu pun bersedia melakukan hal yang serupa. Terutama untuk #MudaMudiBumi yang punya peran penting untuk membiasakan hal-hal ini bagi generasi berikutnya.
Di samping mendaur ulang benda-benda yang sudah tidak terpakai menjadi berdaya guna lagi, aku juga suka jika mengkreasikannya menjadi sebuah karya seni. Misalnya, kain-kain bekas dari baju yang sudah tidak terpakai menjadi hiasan dinding yang cantik. Atau bisa juga membuat kolase dari beberapa baju bekas menjadi baju utuh yang nyentrik. Yakin, ada banyak cara untuk mengurangi sampah dari bumi ini.
Setidaknya itulah hal-hal sederhana yang bisa kulakukan untuk menjaga bumi. Sesak dadaku ketika tau kalau pada 2016 ada 2,01 miliyar ton sampah yang menumpuk di dunia ini. Dari Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pun pernah mencatat bahwa di Indonesia diperkirakan setiap penduduk memproduksi sekitar 0,68 kilogram sampah setiap harinya. Jika terus dibiarkan, lama-lama kita akan kesulitan menghirup udara bersih dan artinya akan mengganggu kesehatan tubuh kita.*
Jangan biarkan itu terjadi! Aku masih ingin menikmati udara bersih dan sejuk di bumi ini. Aku yakin kamu pun merasa demikian. Kalau begitu, ayo #TimeforActionIndonesia mulai dari yang paling kecil kita kurangi sampah yang kita produksi setiap harinya. Kebetulan sebentar lagi akan kita peringati sebagai Hari sSumpah Pemuda, kan? Kalau gitu, aku bersumpah akan mengurangi kuantitas sampah yang kubuat setiap harinya dan memanfaatkannya semaksimal yang kubisa. Kuharap kamu pun bersedia melakukan hal yang serupa. Terutama untuk #MudaMudiBumi yang punya peran penting untuk membiasakan hal-hal ini bagi generasi berikutnya.
Bonus kemesraan yang indah di bumi tercinta xixixi~ |
* ref: https://indonesia.go.id/kategori/indonesia-dalam-angka/2533/membenahi-tata-kelola-sampah-nasional
Tabik!
Pertiwi