Kira-kira, kalau mendengar atau membaca perihal lahan gambut, apa yang ada di benak kalian? Jujur, aku pun sebenarnya kurang familier, karena di wilayah tempatku tinggal–setahuku–tidak ada yang demikian. Referensiku ketika mendengar atau membaca soal lahan gambut, ya, langsung tertuju pada buku paket Ilmu Pengetahuan Alam saat masih duduk di bangku Sekolah Dasar. Seminim itu memang pengetahuanku. Beruntungnya, bersama #EcoBloggerSquad celah-celah wawasanku dibukakan lebih lebar.
Well, karena ilmu yang dibagikan tersebut bagiku sangat penting untuk diketahui lebih banyak orang, maka aku akan mencoba menuliskannya sebaik yang aku bisa.
Pertemuan daring yang #EcoBloggerSquad lakukan pada bulan Oktober ini menggaet Pantau Gambut untuk mendiskusikan “Lahan Gambut dan Selimut Polusi”. Sebelumnya, apa sih yang disebut dengan gambut? Nah, gambut adalah jenis lahan basah yang terbentuk dari timbunan material organik berupa sisa-sisa pohon, rerumputan, lumut, dan jasad hewan yang membusuk di dalam tanah. Proses pembentukannya sendiri bisa mencapai ribuan tahun, lho!
Tau gak, sih? Lahan gambut itu banyak banget manfaatnya bagi lingkungan. Selain sebagai habitat untuk perlindungan keanekaragaman hayati, juga dapat mengurangi dampak bencana banjir dan kemarau. Lalu, tanaman dan hewan yang memiliki habitat di lahan gambut tersebut bisa menjadi sumber pangan dan pendapatan bagi masyarakat sekitar.
Menariknya, Indonesia tuh ada di urutan keempat lahan gambut terbesar di dunia dan ada di posisi kedua sebagai lahan gambut tropis terluas di dunia. Amazing, kan? Lahan gambut di Indonesia tuh bernilai penting banget bagi dunia. Kenapa? Sebab, lahan gambut di Indonesia menyimpan setidaknya 53-60 miliar ton karbon.
Well, karena ilmu yang dibagikan tersebut bagiku sangat penting untuk diketahui lebih banyak orang, maka aku akan mencoba menuliskannya sebaik yang aku bisa.
Pertemuan daring yang #EcoBloggerSquad lakukan pada bulan Oktober ini menggaet Pantau Gambut untuk mendiskusikan “Lahan Gambut dan Selimut Polusi”. Sebelumnya, apa sih yang disebut dengan gambut? Nah, gambut adalah jenis lahan basah yang terbentuk dari timbunan material organik berupa sisa-sisa pohon, rerumputan, lumut, dan jasad hewan yang membusuk di dalam tanah. Proses pembentukannya sendiri bisa mencapai ribuan tahun, lho!
Tau gak, sih? Lahan gambut itu banyak banget manfaatnya bagi lingkungan. Selain sebagai habitat untuk perlindungan keanekaragaman hayati, juga dapat mengurangi dampak bencana banjir dan kemarau. Lalu, tanaman dan hewan yang memiliki habitat di lahan gambut tersebut bisa menjadi sumber pangan dan pendapatan bagi masyarakat sekitar.
Menariknya, Indonesia tuh ada di urutan keempat lahan gambut terbesar di dunia dan ada di posisi kedua sebagai lahan gambut tropis terluas di dunia. Amazing, kan? Lahan gambut di Indonesia tuh bernilai penting banget bagi dunia. Kenapa? Sebab, lahan gambut di Indonesia menyimpan setidaknya 53-60 miliar ton karbon.
Jika kita melihat catatan dari Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian dan Balai Penelitian Tanah, kita bisa tau bahwa Indonesia memiliki lahan gambut sekitar 13,43 juta hektar. Meski seluas itu, sayangnya angka ini telah mengalami penurunan dalam 8 tahun belakangan. Dari 2011 hingga 2019 telah tercatat luas lahan gambut menyusut sebanyak 1 juta hektar. Jika dibandingkan dengan total luas lahan yang mencapai 13 jutaan hektar, maka besarnya penyusutan yang sekilas tampak kecil ini sebetulnya memicu sejumlah masalah seperti meningkatnya banjir, potensi longsor, kebakaran, kabut asap, hingga hilangnya keanekaragaman hayati.
Lalu mengapa penyusutan lahan bisa terjadi? Seperti yang sempat kusinggung di awal kalau aku jarang sekali mendapatkan pengetahuan tentang gambut. Dan sepertinya banyak warga yang juga mengalaminya. Minimnya pengetahuan tentang gambut dapat memicu kekeliruan dalam mengelola. Contohnya seperti cara pandang warga tentang lahan gambut yang menganggapnya sebagai sampah. Akibatnya, warga membakar sejumlah lahan dengan menganggap dirinya telah membantu melenyapkan sampah-sampah itu. Padahal pembakaran ini sangat berbahaya dan merusak ekosistem gambut.
Masalah gambut sebetulnya juga tidak lepas dari masalah krisis iklim. Meningkatnya suhu bumi akibat ulah manusia (efek rumah kaca) menyebabkan gambut menjadi kering dan mudah terbakar. Hal ini berpotensi memperparah kualitas atmosfer yang melindungi bumi dari panasnya matahari tapi tergerus akibat lahan gambut yang terbakar.
Untuk itulah pentingnya kita memperkaya ilmu tentang lahan gambut agar kita memahami masalah dan bisa mencari tau solusinya. Kita pun meski tinggal di kota yang jauh dari wilayah gambut, tapi juga bakal terkena dampak apabila masalah lahan gambut ini belum teratasi, lho. Maka tak ada salahnya jika kita mempelajarinya sedari dini dan turut menyampaikannya ke masyarakat umum.
Lalu mengapa penyusutan lahan bisa terjadi? Seperti yang sempat kusinggung di awal kalau aku jarang sekali mendapatkan pengetahuan tentang gambut. Dan sepertinya banyak warga yang juga mengalaminya. Minimnya pengetahuan tentang gambut dapat memicu kekeliruan dalam mengelola. Contohnya seperti cara pandang warga tentang lahan gambut yang menganggapnya sebagai sampah. Akibatnya, warga membakar sejumlah lahan dengan menganggap dirinya telah membantu melenyapkan sampah-sampah itu. Padahal pembakaran ini sangat berbahaya dan merusak ekosistem gambut.
Masalah gambut sebetulnya juga tidak lepas dari masalah krisis iklim. Meningkatnya suhu bumi akibat ulah manusia (efek rumah kaca) menyebabkan gambut menjadi kering dan mudah terbakar. Hal ini berpotensi memperparah kualitas atmosfer yang melindungi bumi dari panasnya matahari tapi tergerus akibat lahan gambut yang terbakar.
Untuk itulah pentingnya kita memperkaya ilmu tentang lahan gambut agar kita memahami masalah dan bisa mencari tau solusinya. Kita pun meski tinggal di kota yang jauh dari wilayah gambut, tapi juga bakal terkena dampak apabila masalah lahan gambut ini belum teratasi, lho. Maka tak ada salahnya jika kita mempelajarinya sedari dini dan turut menyampaikannya ke masyarakat umum.
0 komentar
Kesalahan orang-orang pandai ialah menganggap yang lain bodoh, dan kesalahan orang-orang bodoh ialah menganggap orang lain pandai. - Pramoedya Ananta Toer