background photo source: aman.or.id |
Di sekitar tahun 1980-an, Indonesia mengalami pertumbuhan ekonomi dan infrastruktur yang begitu pesat. Pada masa inilah kita mengenalnya dengan sebutan ‘Era Pembangunan’. Meski banyak sektor mengalami dampak positif dari masa ini, namun masih ada juga yang harus menanggung dampak negatifnya.
Sejumlah organisasi non pemerintah dan ilmuwan sosial menyebutkan bahwa komunitas masyarakat adat adalah pihak-pihak yang dimaksud mengalami kerugian tersebut. Setidaknya dalam tiga dasawarsa terakhir, mereka adalah korban politik pembangunan melalui upaya-upaya penindasan dan diskriminasi dalam aspek ekonomi, politik, hukum, hingga aspek sosial dan budaya.
Melihat situasi tersebut, banyak aktivis gerakan sosial dan akademisi tergerak untuk membantu komunitas masyarakat adat agar memperoleh kembali hak-hak yang dimilikinya. Puncaknya terjadi pada 1993, ketika terbentuk sebuah wadah untuk menaungi perjuangan masyarakat adat yang dipelopori oleh tokoh-tokoh adat, akademisi, pendamping hukum, serta aktivis gerakan sosial. Wadah ini disepakati di Toraja-Sulawesi Selatan yang diberi nama Jaringan Pembela Hak-hak Masyarakat Adat (JAPHAMA).
Salah satu kesepakatan penting yang diperjuangkan JAPHAMA adalah dengan mengganti istilah-istilah stigmatis seperti suku terasing, masyarakat perambah hutan, peladang liar, masyarakat primitif, dan penghambat pembangunan, menjadi “masyarakat adat”. Secara bahasa, istilah masyarakat adat diambil dari bahasa Inggris, Indigenous Peoples. Istilah ini dianggap lebih bermartabat dan tidak memberi penanda yang buruk dalam mengidentifikasi kelompok adat yang tinggal di berbagai kampung di seluruh Indonesia.
Perjuangan masyarakat adat hingga hari ini masih terus bergulir. Ketika reformasi terjadi, para tokoh adat dan pihak-pihak yang mendukung perjuangannya membuat sebuah perhelatan bersejarah yang dikenal sebagai Kongres Masyarakat Adat Nusantara.
Pada momentum itu, setiap organisasi adat bersatu untuk merancang langkah strategis menghadapi masalah-masalah yang terus membelenggu hak-hak masyarakat adat. Selanjutnya dibentuklah sebuah organisasi strategis bernama Aliansi Masyarakat Adat Nusantara atau yang lebih mudah disebut AMAN.
source: aman.or.id |
Aku, #EcoBloggerSquad, dan AMAN
Beruntung, saya mendapat kesempatan untuk mengenal tentang masyarakat adat lewat pertemuan daring yang diinisiasi oleh teman-teman Eco Blogger Squad. Dalam kesempatan itu, aku bertemu dengan Mina Setra dari Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) yang mendapat amanah sebagai Deputi IV Sekjen AMAN Urusan Sosial dan Budaya.
Diskusi yang berjalan selama 2,5 jam tersebut menunjukkan betapa asyik dan serunya acara tersebut. Bagiku, kisah-kisah yang diceritakan oleh Kak Mina merupakan cerita yang selama ini cukup jauh dari keseharianku sehingga setiap detailnya memberi insight yang tak terbayangkan sebelumnya. Misalnya, muncul gerakan yang sangat positif bernama Gerakan Pulang Kampung.
Gerakan ini menginisiasi anak muda adat untuk kembali ke tanah kelahirannya dan membantu mengembangkan berbagai aspek penghidupan bagi kelompoknya. Salah satunya yaitu mendirikan sekolah adat yang pada hari ini tercatat ada 84 sekolah adat yang dibangun. Aku percaya, sekolah terbaik adalah sekolah yang relevan untuk menjawab kebutuhan atas tuntutan hidup yang melingkupinya. Berdirinya sekolah adat bisa menjadi upaya terbaik dalam melestarikan nilai-nilai tradisi dan budaya leluhur yang sudah dijaga selama bertahun-tahun.
Selain mendirikan sekolah adat, Gerakan Pulang Kampung juga memobilisasi anak muda adat untuk membangun sanggar budaya serta memajukan perkebunan dan pertanian agar cita-cita kedaulatan pangan bisa mereka dapatkan.
Dengan serangkaian misi yang positif ini, tentu saja kita perlu mendukung gerakan masyarakat adat lebih jauh. Terlebih hingga hari ini mereka masih berusaha keras untuk menjaga tanah dan warisan leluhur mereka dari kepentingan-kepentingan egois yang ingin mengeruk keuntungan pribadi. Yuk, kita dukung gerakan masyarakat adat dengan mendorong pemerintah agar segera #SahkanRUUMasyarakatAdat.
0 komentar
Kesalahan orang-orang pandai ialah menganggap yang lain bodoh, dan kesalahan orang-orang bodoh ialah menganggap orang lain pandai. - Pramoedya Ananta Toer