Kasus perisakan sedang ramai sekali, ya?
Katanya, ada dua belas siswi SMA yang melakukan perisakan terhadap seorang siswi SMP di sebuah kota di pulau terbesar di negeri ini. Beritanya masih simpang siur. Sebab, aku—dan kita—enggak tau kebenaran kisahnya seperti apa. Hanya lewat media, yang rentan dengan penambahan bumbunya, kita bisa seolah mengetahui segala.
Padahal mah ya apa seeeh? Kenal juga enggak, ada di tempat kejadian juga enggak, apalagi tau detail cerita. Banyak yang ribut soal siapa yang benar dan salah. Hhh. Untung aku di kelas sastra selalu dicekokin tentang bagaimana pentingnya sebuah perspektif. Jadi, buatku sekarang ya enggak ada yang benar-benar benar dan enggak ada pula yang benar-benar salah.
Namun di samping itu, aku tetaplah orang yang menolak keras tindak perisakan. Alasan utamanya, karena bisa mengakibatkan trauma yang bukan hanya fisik, tapi juga psikis. Dan alasan personalnya, aku dulu juga korban soalnya.
Yep. Gegara media sosial, banyak yang merisak hidupku. Aku akui, sih, sejak dulu aku sangat candu dengan media sosial—terutama Twitter ya. Kesukaanku menulis membuat platform microblogging tersebut jadi tempat yang sangat menyenangkan untukku mencurahkan segala isi hati dan kepala. Hampir tiap jam, tiap menit, aku habiskan untuk merangkai kata di sana. Kemudian mulailah….
“Ah, udah kayak sinetron hidup lo!”
“Gila lo, enggak ada kerjaan lain apa?”
“Sedih banget, sih, jadi lo.”
“Autis banget anjir.”
Dan banyak lagi cemooh yang kuterima dengan air muka mengejek yang tidak menyenangkan. Ya, mohon maaf nih, aku kalau nulis pepuisian memang hampir selalu jadi bait sedih. Bukan karena hatiku yang lagi merasa perih, tanyain jempolku aja coba gih!
Eh, tapi tenang. Aku enggak kemudian murung dan bersedih hati kok. Alhamdulillah kusudah jadi perempuan cuek sejak dulu. Maka, komentar seperti itu tinggal hempas saja bersama angin lalu. Setelah itu, aku kembali pada apa-apa yang bisa menyenangkan hatiku.
Hari berganti minggu. Minggu mencapai bulan. Dan bulan menjamah tahun. Ternyata, apa yang aku suka ini bisa menjadi lahan untukku mengumpulkan rupiah. Sampai sekarang, media sosial bisa membuatku memenuhi kebutuhan. Poin lebihnya, aku bisa menunjukkan kepada mereka yang sempat merisakku kalau apa yang aku lakukan bisa menjadi sesuatu yang berguna. Senangnya dobel, kan?
Sebagai manusia digital yang hidup dari media sosial, hal penting yang harus selalu mengiringi selain gawai canggih adalah sinyal. Kedua hal tersebut saling melengkapi, deh, pokoknya. Enggak bisa dipisah. Kalau perihal gawai, sih, masih lebih mudah dikondisikan ya. Butuh gawai yang seperti apa, tinggal kumpulkan uang dan beli saja. Nah, kalau sinyal? Ini dia yang susah.
Apalagi, memasuki era Revolusi Industri 4.0 yang sudah di depan mata, sinyal di negara ini menjadi sesuatu yang krusial. Sebab, hal tersebut bisa menjadi langkah awal yang tepat untuk memenangkan pertarungan global di segala bidang kehidupan. Sayangnya, sinyal di sini ya masih gini-gini aja, iya enggak sih?
Nah, makanya dibangunlah sebuah proyek yang disebut dengan Palapa Ring. Banyak harapan yang dipanjatkan dari proyek yang magkrak di zaman pemerintahan terdahulu ini, salah satunya tentu adalah internet cepat dan murah yang selama ini menjadi dambaan masyarakat kita. Iya, internet cepat dan murah! Dengan memberikan internet cepat dan murah tersebut, diharapkan masyarakat dapat menggunakan peluang untuk sebuah kemajuan yang semakin besar.
Tapi, di beberapa tempat aja masih susah sinyal, apa harapannya enggak terlalu muluk ya?
Well, ya, belum meratanya sinyal internet di daerah-daerah juga menjadi salah satu konsentrasi yang dikerjakan di dalam proyek Palapa Ring ini. Selain itu, berbagai daerah dan pelosok Indonesia banyak yang belum merasakan internet karena disebabkan oleh banyak faktor yang mengiringi. Mulai dari infrastruktur, sampai jangkauan yang sangat sulit. Oleh karena itu, proyek Palapa Ring ini diharapkan dapat menjadi solusi dan mampu membuat pemerataan internet dan menjangkau seluruh wilayah dan pelosok yang ada di negara tercinta kita ini.
Palapa Ring ini terbagi menjadi Paket Barat, Tengah dan Timur;
· Palapa Ring Paket Barat mencapai 2.275 km;
· Palapa Ring Paket Tengah sepanjang 2.995 km. Kedua paket tersebut telah selesai 100%; dan
· Palapa Ring Paket Timur dengan panjang 6.878 km, pengerjaannya hingga akhir tahun lalu telah mencapai 89,39%.
Dengan adanya proyek Palapa Ring dengan goals membuat Indonesia merdeka sinyal, sih, aku merasa ada angin segar yang patut untuk didukung dan ditunggu keberadaan nyatanya. Semoga setelahnya, harapan yang didengungkan sebelumnya bisa tercapai sesuai dengan ekspektasi di depan. Dan ingat, kalau sinyal sudah merata dengan kualitas internet cepat dan murah, jangan lupa untuk tetap bijak dalam bermedia sosial, ya!
Tabik!
Pertiwi Yuliana
2 komentar
Semangat kakak... Alhamdulillah Yaa kini bisa menghasilkan dari medsos.. yes! Sinyal sangat penting!
BalasHapusYup, kualitas internet cepat dan murah harus diiringi etika untuk bijak bermedia sosial di dunia maya. Dimulai dari diri kita sendiri.
BalasHapusKesalahan orang-orang pandai ialah menganggap yang lain bodoh, dan kesalahan orang-orang bodoh ialah menganggap orang lain pandai. - Pramoedya Ananta Toer