Khusus di tulisan kali ini, aku akan memperkenalkan diri sebagai aku dengan nama asliku.
Oke, mulai.
***
Hai! Perkenalkan, namaku Yuliana Bakti Pertiwi.
Nama yang kubawa sejak lahir ini adalah nama yang seringkali dibicarakan ketika hari pertama perkenalan diriku di kelas. Katanya, namaku berat. Iya, memang. Ada pesan besar yang tersimpan di balik nama yang kusandang. Namun, aku tidak merasa ini adalah sebuah beban. Aku malah jadi tertantang, apakah aku bisa memenuhi doa yang orangtua dan kakakku panjatkan?
Berbakti kepada bumi, bagaimana caranya?
Bumi yang kita pijak ini katanya sedang terancam. Aktivitas-aktivitas manusia yang keterlaluan seringkali memicu kedekatan antara bumi dan kehancuran. Maka, Tiwi kecil memulai juangnya dengan menghemat penggunaan energi dan menyimpan sampah yang berkemungkinan untuk diolah jadi kembali bernilai guna.
Kemudian, Tiwi kecil sangat percaya bahwa akar dari tumbuhnya solusi-solusi bagi peradaban manusia ada di dalam isi kepala. Maka, aku sangat suka belajar. Sampai tiba saat di mana seragam putih-abu ditanggalkan, aku semakin yakin bahwa menjadi seseorang dengan pikir yang terbuka akan membawa kita pada jalan-jalan yang tepat.
Dan, aku mau membantu menunjukkan jalan-jalan itu kepada lebih banyak orang.
Bumi yang kupijak sekarang bernama Indonesia. Zaman sekolah dulu, aku sering mendengar lelucon konyol yang menitikberatkan humornya pada kebodohan masyarakat kita. Jujur, aku sebal. Padahal, aku bisa lihat banyak sekali potensi yang dimiliki negaraku tercinta. Entah itu dari alam, ataupun manusia di dalamnya.
Karena banyak kekesalan-kekesalan demikian, jelas saja aku enggak mau tinggal diam. Aku mungkin sudah seringkali bercerita tentang keterlibatanku di sekolah alternatif bernama Sekolah Kita Rumpin. Dari sana, aku merasa tujuanku membantu lewat jalan pendidikan bisa sedikit menemukan celah. Let's say, “Alhamdulillah!”
Anak-anak di Rumpin, kami memanggilnya dengan sebutan Adik-adik Kita, tampak sekali kemajuannya dari minggu ke minggu. Aku senang bisa melihat langsung bagaimana perkembangan mereka dalam berbagai hal. Mulai dari sikapnya terhadap orang luar, kemampuannya menangkap materi pelajaran, sampai pandangan mereka tentang impian.
Di awal kedatangan kami, enggak jarang kami menemukan Adik Kita yang cita-citanya hanya sebatas petani karena di lingkungannya ya profesi tersebutlah yang paling menonjol untuk digeluti di kemudian hari. Bukan berarti menjadi petani itu enggak bagus, ya. Jasa petani Indonesia itu sangat besar dan patut untuk diapresiasi. Namun, Adik-adik Kita berhak untuk memiliki pandangan profesi yang lebih jauh lagi.
Anak-anak seperti mereka, kan, aset negara ya. Dengan memajukan pandangan mereka mengenai dunia, artinya kita juga turut melakukan perbaikan terhadap tatanan hidup Indonesia ke depannya. Jadi, ada kebaikan yang berlipat ganda di dalamnya. Diri sendiri yang puas dan bahagia karena menolong sesama, anak-anak yang tercerahkan masa depannya, dan negara yang mendapat bibit unggul di masa yang akan datang.
Ngomong-ngomong, apa yang kami lakukan di Sekolah Kita Rumpin tersebut agaknya mirip dengan yang dijalani oleh Karina Nadila. Dalam obrolan di acara Konferensi Pers Kampanye Sosialisasi Nilai-nilai Bela Negara yang dilaksanakan di Wayang Bistro, Kota Kasablanka, Jakarta Selatan pada 6 Maret 2019 lalu, Putri Pariwisata Indonesia Tahun 2017 tersebut membuatku terkagum dan meneteskan airmata.
Sebab, ceritanya mengingatkanku pada masa yang pernah kulalui bersama Sekolah Kita Rumpin. Rindu sekali bergumul dengan anak-anak muda yang memiliki konsentrasi lebih di bidang pendidikan, rindu dengan mereka yang membutuhkan pendidikan di tempat yang tertinggal, dan tentunya rindu pula menjadi lebih berguna daripada aku yang sekarang.
Namun, enggak ada kata terlambat kan kalau mau kembali memulai?
Bersama dengan program Bela Negara yang diinisiasi oleh kementrian pertahanan dan keamanan negara, kita bisa mulai untuk menunjukkan dukungan penuh terhadap Indonesia dari hal-hal kecil yang sesuai dengan profesi masing-masing.
0 komentar
Kesalahan orang-orang pandai ialah menganggap yang lain bodoh, dan kesalahan orang-orang bodoh ialah menganggap orang lain pandai. - Pramoedya Ananta Toer