Sejak dulu, aku suka sekali mengatakan, “Hidup tanpa cita-cita buat apa?”
Ya, karena aku pribadi menjadikan mimpi dan cita-cita sebagai sebuah tujuan dalam melangkahkan kaki-kakiku untuk berjalan ke depan. Kalau enggak ada, tentu saja akupun akan kehilangan arah. Enggak tau mau ke mana.
Aku sampai pernah menyebut diriku sendiri sebagai “pemimpi kecil yang akan terus bermimpi dan berusaha menggapai mimpi”. Konyol, memang. Hahaha.
Meskipun, mungkin, mimpi dan cita-citaku enggak membawaku langsung pada kehidupan mapan yang banyak sekali orang normal impikan, aku tetap bersemangat untuk melangkah. Aku terbiasa untuk membagi cita-citaku menjadi dua kubu: cita-cita jangka panjang dan cita-cita jangka pendek. Sebab, aku ingin selalu punya tujuan. Itu saja.
Cita-cita jangka panjang
Aku berusaha untuk tetap menjaga cita-cita besarku tersebut sejak aku masih kecil. Sampai di titik ini, cita-cita pertamaku masih kuat terpatri dalam hati. Menjadi penulis. Memang, belum punya buku sendiri. Namun, suatu saat aku percaya akan ada titik di mana aku bisa berdiri sebagaimana aku yang telah kuimpikan sejak kecil.
Setidaknya, aku tau bahwa aku sudah berada di jalan yang tepat sekarang. Langkahku mungkin masih tersaruk-saruk, tapi sudah tidak seberat dulu. Anak tangga yang harus kupijak masih banyak. Dan, aku masih harus menyimpan banyak energi agar selamat sampai pincak.
Cita-cita jangka panjang yang kupunya ternyata juga berkembang. Bertambah dan bertambah seiring dengan jalan yang telah terlewat. Hal lainnya yang ingin kulakukan agar hidupku lebih kokoh ke depan adalah membuat start up yang bisa diandalkan. Masih dalam bidang bahasa dan seni seperti yang selama ini aku geluti, tentu saja.
Muda, apalagi perempuan, memangnya bisa apa?
Enggak jarang aku mendapati orang-orang yang meremehkan. Namun, cuek saja. Wempy Dyocta Koto di usianya yang sama denganku sekarang saja bisa. Oh iya, Wempy Dyocta Koto investor, konsultan, dan penasihat untuk perusahaan-perusahaan di Eropa, Amerika, dan Asia Pasifik.
Beliau juga menjadi mentor dan pembimbing para CEO di segala bidang. Seperti, kepemimpinan, keuangan, teknologi, pengelolaan sumber daya, operasional, penjualan, pemasaran, dan pengembangan bisnis internasional.
Cita-cita jangka pendek
Untuk yang ini, aku hanya memberinya batas waktu sampai sekitar satu tahun. Itu sudah paling lama, ya. Jika sudah lewat satu tahun dan belum tercapai juga, diulangi dari awal hahaha.
Ada banyak hal remeh sebetulnya yang aku masukkan ke dalam cita-cita jangka pendekku ini. Entah itu untuk sekadar membeli kamera mirrorless, mempunyai koleksi foto kodak, membuat jurnal yang apik, bisa menggambar komik secara rutin, dan lain sebagainya. Hal-hal receh yang membuatku bahagia, tapi tetap mengajarkanku untuk berkembang.
Di samping itu, ada juga kok yang serius kayak mau lulus kuliah semester ini, IPK harus sekian, belikan orangtua ini atau itu, banyaklah. Menyenangkannya, cita-cita jangka pendek ini akan selalu ada setiap waktu. Kalau habis, diperbarui lagi. Pencapaian enggak akan berhenti sampai di sini.
Istirahat boleh, tapi jangan berhenti
Poin ini yang selalu aku coba bilang ke diriku sendiri kalau aku mulai lelah berjalan, mulai capek berlari. Keadaan-keadaan yang tidak menyenangkan pastilah selalu ada, entah pada langkah yang ke berapa. Aku pernah berkali-kali ingin berhenti, tapi apakah jalan lain akan lebih baik dari yang sudah aku jalani sejauh ini?
Belum tentu, kan?
Seperti apa yang dituliskan di dalam buku yang pernah aku baca zaman sekolah menengah atas, Live Your Life With Passion, kelelahan itu hanya menuntut kita agar istirah sejenak. Bukan untuk berbenti melangkah seterusnya atau malah membalikkan arah.
Kalau lelah, istirahatlah. Kalau bosan, alihkanlah sebentar. Mimpi dan cita-cita yang kita miliki akan terus menunggu kita sampai untuk menggenggam mereka kok. Aku percaya. Dan, mungkin kamu pun bisa percaya juga.
Jadi, mimpi dan cita-cita itu penting
Yap, hidup dengan mimpi dan cita-cita itu menjadikan jalan lebih berarti. Kalau kamu, yang membaca tulisan ini, belum menemukan apa tujuan yang ingin kamu capai, segeralah cari. Jangan sekadar bilang ingin menjadi orang sukses, ya. Karena, itu cukup absurd dan tidak terukur. Buatlah mimpi dan cita-citamu dengan detail. Agar kamu tau, sudah sampai di mana dan harus apa lagi selanjutnya.
Banyak lho orang yang sukses—secara finansial—tapi merasa hidupnya tidak bahagia. Padahal, tampak punya segalanya. Materi tidak menghindarkan diri kita dari belenggu depresi. Ya, itu juga pernah dialami oleh seorang Wempy Dyocta Koto.
“Kesuksesan ini datang terlalu diri,” ungkap pemuda asal kota Padang Panjang yang besar di Australia tersebut.
Kesuksesan yang didapatnya di usia 21-24 tahun justru membuatnya jatuh dalam fase depresi yang teramat dalam, sehingga membuatnya berpotensi kehilangan tujuan hidup yang diidamkan. Sebab, segalanya sudah didapat.
Enggak hanya materi yang melimpah ya, tapi juga pendidikan master pun sudah diselesaikannya di usia dua puluhan. Sementara, aku—di usia yang sama—masih berjuang menyelesaikan S1 heu. Aku mengakui kehebatan Wempy Dyocta Koto Investor ini dalam pencapaian-pencapaiannya. Jarang, lho, pemuda yang mau bergerilya habis-habisan sepertinya.
Namun, ya, seorang Wempy pun bisa kehilangan arah ketika sudah tidak memiliki cita-cita untuk diperjuangkan. Hidup akan terasa lebih hampa tanpa tujuan. Nah, untuk itu janganlah berhenti untuk bermimpi, sekecil dan sebesar apa pun itu, harus tetap perjuangkan untuk diraih.
Tabik!
Pertiwi
0 komentar
Kesalahan orang-orang pandai ialah menganggap yang lain bodoh, dan kesalahan orang-orang bodoh ialah menganggap orang lain pandai. - Pramoedya Ananta Toer