“Kalau enggak karena kasihan sama anak-anak, aku udah enggak mau lagi sama kamu!”
Merasa tidak asing dengan kalimat di atas? Kalimat yang banyak sekali bertebaran di kehidupan kita—baik dalam bentuk karya ataupun nyata—ini, saya rasa, bukanlah sesuatu yang benar. Sampai saat ini, saya masih belum paham di mana letak kebaikan untuk anak ketika kedua orangtuanya ternyata tidak benar-benar menginginkan sebuah kebersamaan?
Katanya, karena anak-anak pasti akan membutuhkan sosok kedua orangtuanya. Ya, tidak ada yang salah dengan pernyataan tersebut. Namun, keberadaan sosok orangtua seperti apakah yang sebetulnya dibutuhkan di dalam perkembangan sang anak? Jelas, orangtua yang baik, kan?
Okey, kata “baik” mungkin masih terlalu abu-abu di sini. Bagaimana dengan orangtua yang harmonis? Yang di dalam hubungannya selalu tampak penuh kasih, saling menyayangi, dan penuh cinta satu sama lain.
Lalu, bagaimanakah sang anak bisa mendapatkan sosok kedua orangtua yang baik jika orangtuanya sendiri sebetulnya tidak menginginkan hubungan yang sedang mereka jalani? Mari berpikir.
Jangan pernah memaksakan sebuah ikatan. Apalagi, ketika penggabungan tersebut telah sampai pada jenjang pernikahan. Karena, bukan hanya satu atau dua orang yang akan merasa sakit nantinya. Banyak! Selain dua orang yang secara langsung berada di dalamnya, ada pula kedua belah pihak keluarga, dan yang akan menerima akibat paling buruk darinya adalah… anak!
Secara langsung maupun tidak langsung, pribadi anak akan terbentuk mengikuti lingkungan terdekatnya: keluarga. Maka, benar sekali jika ada peribahasa yang bilang bahwa buah jatuh tak jauh dari pohonnya. Apa yang tumbuh dalam ketidakbaikkan, kemungkinan besar akan menjadi pribadi yang tidak baik pula.
Apalagi, ketika orangtuanya dengan terang-terangan menunjukkan perselisihan mereka. Banyak dampak yang akan ditimbulkan dalam diri anak nantinya. Dan, ya, tentu ini bukan lagi menjadi hal yang sederhana.
Kekecewaan anak terhadap orangtua bisa membawanya pergi ke tempat pelarian. Sesuatu yang, mungkin, dirasa dapat lebih menenangkan. Hal yang, bisa jadi, dianggapnya sebagai definisi terbaik dari rumah. Kemudian, kita hanya dapat bersemoga agar sang anak menemukan rumah yang tepat. Rumah yang benar-benar hangat, tanpa memberinya jerat.
Saya pribadi, di usia twenty-something ini, sempat berada di masa ingin segera menikah. Namun, ketika saya kembali teringat akan dampak-dampak yang bisa datang karena ketidaksiapan personal, saya selalu berpikir ulang. Saya paham betul bahaya darinya. Saya benar-benar tidak menginginkan kecarutmarutan tertanam di dalam diri keturunan saya nantinya.
Jika kamu sedang berada di dalam ikatan pernikahan yang tidak benar-benar kamu inginkan, saya sarankan kamu untuk bercerailah!
Jangan menyakiti diri kamu dan lebih banyak orang lagi. Berhenti.
Saya paham, banyak sekali yang menginginkan pernikahannya abadi. Seumur hidup hanya terjadi satu kali. Namun, masa depan tidak pernah bisa kita prediksi. Maafkanlah dirimu sendiri. Dan, melajulah untuk memperbaiki yang telah terjadi.
Tabik!
Pertiwi
3 komentar
Sengaja meluangkan waktu untuk benar-benar menjamah setiap aksara dalam tulisan ini :)
BalasHapusBenar adanya ketika orang tua belum bahagia meski tetap bersama, bagaimana mungkin anak" akan bahagia? Sementara anak sejatinya di alam baqah sadarnya, hanya mengulang dan mencontoh apa yang sering dia lihat setiap harinya :")
Maka untuk kebahagiaan bersama...berpisahlah
Aku sudah tidak kuat, Kak. :')
HapusIm with you :') we have to be stronger!
Hapusjangan kalah sama keadaan, kita pasti bisa, is okay if you wanna scream or cry all day long! do it
I knew you brave enough to past it!
With love :3
mrs.upnourmal
Kesalahan orang-orang pandai ialah menganggap yang lain bodoh, dan kesalahan orang-orang bodoh ialah menganggap orang lain pandai. - Pramoedya Ananta Toer