Beberapa waktu terakhir, aku sedang berusaha untuk lebih memilah acara-acara yang akan aku hadiri. Karena itu, berada di rumah menjadi pilihan yang cukup sering. Biasanya, waktu yang kumiliki akan kuhabiskan untuk membaca buku, menulis, mendengarkan musik, berdiskusi, menonton televisi, atau mengedit foto untuk memperbaiki feeds. Feeds. Iya. Kenapa memperbaiki feeds Instagram menjadi penting?
Mungkin, akan membuat beberapa di antara kalian yang mengernyitkan dahi saat membaca ini. Sebab, yaelah emangnya feeds Instagram itu sepenting apa sih? Ya, buatku sih penting. Karena memang, Instagram merupakan salah satu aset untukku mendapatkan pundi-pundi. Maka dari itu, aku rasa aku harus menjaganya dengan baik.
Terhitung sejak tahun 2016 lalu, aku mulai riweuh kalau sudah berurusan dengan foto-foto yang akan aku unggah. Sudah enggak bisa langsung unggah begitu saja tanpa memberikannya sentuhan. Tsaelah sentuhan wkwkwk.
Udah follow @pertiwiyuliana, belum? |
Namun, di tahun tersebut sebetulnya—jika dibandingkan dengan yang sekarang—masih terbilang cukup sederhana. Aku hanya perlu mengoreksi beberapa elemen di dalam fotoku menggunakan aplikasi Afterlight untuk kemudian kuberikan bingkai putih. Selesai. Kalau sekarang? Wah, jangan ditanya lagi tingkat keribetan yang kumiliki untuk melakukan hal tersebut.
Feeds Instagram yang bagus itu fungsinya apa, sih?
Sebelumnya, aku mau bilang bahwa apa yang aku tuliskan di sini adalah dari sudut pandangku, ya. Sudut pandang seorang amatir yang masih harus banyak sekali belajar.
Pertama, pentingnya merapikan feeds Instagram adalah untuk mendapatkan lebih banyak pengikut. Aku, sih, percaya bahwa orang-orang akan lebih senang dan ikhlas mengikuti seseorang dengan akun Instagram yang feeds-nya enak dipandang. Maka dari itu, aku lebih mengandalkan kualitas dan keindahan foto-foto yang aku unggah daripada follow for follow untuk mendapatkan pengikut lebih banyak.
Enggak salah, sih, memang follow for follow. Yang salah adalah intimidasi di balik pertanyaan, “Kok kamu enggak follow aku, sih?” Kemudian menganggap bahwa orang yang tidak mengikuti balik adalah orang yang sombong, tidak mau membantu sesama, atau tidak mau berteman. Padahal, alasannya hanya sesederhana “isi feeds kamu tidak sesuai dengan minatku” atau “berantakan dan asal jepret banget ya fotonya”.
Kedua, menaikkan engagement. Untukku pribadi, ini sangat terasa sih. Saat di mana aku mulai benar-benar merapikan feeds, jumlah likes dan komentar yang kudapat pun ikut naik. Pelan-pelan bisa ngerasain jadi eksis kayak hp huawei yang sejak dulu hingga kini masih di hati. Karena, dari apa yang aku perhatikan, enggak semua yang mengikuti dari follow for follow akan menyukai unggahan kita tanpa diminta. Nah, membantu dari mananya?
Ketika apa yang diunggah itu enak dipandang mata, jelas saja akan banyak ibu jari yang menggerakkan jempol pada pengikut akun kita untuk memberikan hati pada apa yang kita unggah. Tinggal bagaimana kita memanfaatkan kreativitas yang kita punya untuk kemudian kita tuangkan ke dalam feeds Instagram.
Ketiga, memikat hati klien. Nah, poin yang ini udah masuk area komersil hehehe. Seperti yang kita tahu, ya, sepesat apa dunia digital menguasai pasar? Banyak sekali brand yang mengiklankan produknya lewat Instagram. Bukan hanya lewat selebgram dan ads yang disediakan di sana, tetapi juga lewat para micro influencer yang sekarang mulai merajalela.
Followers masih di bawah lima ribu, emang bisa memikat hati klien? Ya, bisa. Asalkan apa yang diunggah memang benar-benar diperhatikan. Beberapa kali dapat job post Instagram dengan alasan feeds-nya bagus. Padahal, pengikut akunku baru dua ribu. Ehehe. Masih jauh sekali untuk jadi selebgram. Nahkan, swipe up aja belum bisa. Hhh.
Keempat, berpeluang mendapatkan lebih banyak teman dengan minat yang sama. Ini salah satu buah dari memperbaiki feeds sekaligus alasan dari naiknya engagement. Kalau kamu suka foto OOTD, coba foto OOTD dengan kualitas yang bagus dan penataan yang bagus. Orang-orang yang suka OOTD kayak kamu juga bisa melirik akunmu atau lebih jauh lagi bisa berdiskusi dengan kamu soal “mix and match yang asyik kayak apa lagi ya?” contohnya.
Menghabiskan kuota untuk scrolling Instagram jadi bukan sekadar buang-buang waktu aja, kan? Karena dengan demikian, bisa juga dapat pengetahuan baru, ilmu baru, atau inspirasi baru dari hasil obrolan dengan teman baru yang memiliki minat sama itu. Aku udah tau rasanya ini dan menyenangkan sekali! Makanya nagih.
Kelima, membahagiakan diri sendiri. Jujur sih ya, aku merasa semakin mencintai diriku sendiri ketika apa yang aku suka benar-benar tertuang di dalam feeds Instagram-ku. Rasa sadar akan potensi yang dimiliki itulah yang membuat kecintaan pada diri semakin dalam terpatri. Jadi semacam sayang kalau enggak dikeluarin setelahnya. Malah, jadi suka eksplor lebih jauh. Ujungnya? Kemampuannya nambah.
Jadi, itulah apa-apa yang menjadi pertimbanganku untuk mulai dan tetap memperbaiki feeds Instagram. Enggak ada paksaan untuk kamu melakukan hal yang sama. Akunku urusanku, akunmu urusanmu. Asalkan alasan kelima bisa terpenuhi, membahagiakan diri sendiri.
Tabik!
Pertiwi
14 komentar
Wuii, feeds rapi, enak dipandang, dan konsisten adalah koentji eksistensi masa kini yak. Feedsku sendiri kuakui nggak rapi, beberapa orang malah bilang kalau postinganku itu serem. Tapi ya balik lagi ke poin 5, membahagiakan diri sendiri! Kalau demen bikin yang serem, kenapa enggak. Kalau gak suka toh boleh unfollow. Nggak bakal aku protes deh.. Wahahaha.
BalasHapusIya bener huehehe tapi feedsmu yang sekarang udah jauh lebih enak dilihat kok daripada yang dulu. Syemangat!
HapusHahaaa sama tiw, eke juga sepet klo liat akun sendiri berantskan makanya aku olah lagi, bahkan ada beberapa yg aku apus trus aku upload ulang buat fitata, repot emang tp demi keseharan mata saat meliat ig ndiri qkwk
BalasHapusHabis dibenerin pasti jadi lebih bahagia, kan? Hwahahaa itulaaahhh~
Hapusfeeds ig yang rapih dan tertata itu emg mnyegarkan mata sih. aku jg kpengen ngerapihin feeds ig sndiri biar mata sndiri jg seger, soalnya klo ngliat org yg feeds ignya cakep, trs bandingin ama ig sndiri... akumah Tapa atuh.. bhakakak. tp kdang pnyakitnya ya itu.. males dan sayang ngapus2in poto2 lama yg di ig. trs pas jepret ama udh diedit2 ttep aja ga ada yg beda kek sblumnya. Hikss.. Nyoba pelan2 dah. hahaa
BalasHapusDulu aku juga gitu, ngerasa sayang. Tapi untungnya bisa diarsipkan sih, jadinya enggak bener-bener ilang kayak kalo diapus.
HapusHm, pernah berniat juga memperbaiki supaya dilirik klien atau dapat tawaran kerja sama. Jangan itu dulu deh, bisa nambah pengikut aja masih susah. Boro-boro 2.000, menyentuh 700 aja belum sampe sekarang. Padahal udah main dari 2013. Wqwq.
BalasHapusAwalnya udah sempet coba beberapa cara supaya IG saya lebih enak dipandang, tapi ujung-ujungnya tetep kagak rapi. Hahaha. Tapi ya udahlah. Nggak apa-apa. Asal isi IG saya bukan muka semua hasil selfie. Terus akhirnya juga sadar mending buat kesenangan pribadi aja. Buat latihan merangkai kata di caption, misalnya. Nggak usah terlalu niat buat dikomersilkan. Cuma kalau ada yang nawarin dan cocok, saya ambil~
Kembali ke poin yang penting bahagya~~~
Hapuswaduhhh kalau saya masih berantakan feed instagrammnya hha, bingung mau post yang gimana,. apalagi kalo ikut kepanitiaan gitu hha yang ngadain PP ancur lagi dah
BalasHapusItu sebisa-bisanya yang bikin feeds-nya rapi aja sih, tergantung kreativitas hahaha
HapusAduh instagramku justru terlantar. Seandainya upload photo pun biar tampak eksis saja. Saya jadi ingin ikut rapi-rapi nih, biar enak dilihat dan banyak followernya, ya syukur-syukur bisa bertamah deh pundi-pundi isi dompetku.
BalasHapusYuk hayuk rapi-rapi hwehehe~
HapusIG saya (@endahkwira) emang buat portofolio fotografi sih.. jadi rada bingun juga kalau mau ngerapihinnya macam bagaimana. karena nichenya ya travel fotografi sih.. Kadang warnanya lebih gelap.. kadang warna cerah. ya gitu deh. bingung pokoknya.
BalasHapuswkwkwkwk
Menurutku, ngerapiin gak perlu sama warna sih. Kalo aku samain warna karena sukanya gitu wkwkkw ada juga yang sama temanya, atau tone-nya. Macem-macem kok, Mbak.
HapusKesalahan orang-orang pandai ialah menganggap yang lain bodoh, dan kesalahan orang-orang bodoh ialah menganggap orang lain pandai. - Pramoedya Ananta Toer