Image source: pexels.com |
Apa yang terlintas dalam benakmu jika membicarakan hukum?
Saya, jujur saja, hampir selalu menghindarinya. Sebab, terlalu banyak corengan negatif yang dibentuk oleh berbagai media perihal hukum dan pemerintahan kita. Namun, sejak kelas 3 SMA, perlahan-lahan saya mulai tertarik untuk menyimak segala yang berhubungan dengan hukum dan pemerintahan dengan adanya sosok Pak Jokowi yang saat itu masih menjabat sebagai Walikota Solo, Jawa Tengah.
Perlahan, harapan saya mulai tumbuh. Terlebih saat mengetahui bahwa beliau akan mencalonkan diri sebagai Gubernur DKI Jakarta. Wah, rasa senangnya sudah tidak terkira. Meskipun periode jabatannya sebagai gubernur tidak berlangsung lama, penggantinya pun tak kalah membuat saya jatuh cinta. Kecintaan saya pada dua petinggi itu, Pak Jokowi dan Pak Ahok, yang membuat saya semakin banyak ingin tahu tentang hukum dan pemerintahan.
Sederhana, supaya tidak buta. Supaya bisa menggunakan hak suara dengan tepat. Supaya tidak jadi warga negara yang menjunjung demokrasi secara ugal-ugalan.
Bahagianya lagi, 1 Maret 2018 lalu, saya bersama beberapa orang teman narablog diberikan kesempatan untuk datang ke event Kampung Hukum 2018 yang diselenggarakan di Jakarta Convention Center. Acara yang bertema “Membangun Kesadaran Bermedia Sosoal Secara Cerdas dan Bertanggung Jawab” ini jelas sangat menarik perhatian saya.
Bapak Ketua MA memberikan sambutan |
Ya, bagaimana tidak? Beberapa waktu belakangan banyak sekali kasus saling serang antara pendukung A dan pendukung B dengan berasaskan demokrasi yang digadang-gadangkan secara memalukan.
Hadir di lokasi sejak pukul 07.30 pagi membuat saya tahu bahwa pengamanan acara ini ternyata ketat sekali. Ya, wajar sih, sebab banyak sekali pejabat pemerintahan yang hadir.
Kampung Hukum 2018 ini dibuka oleh Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia, Bapak Hatta Ali, dengan sambutan di atas mimbar. Beliau menyatakan bahwa acara Kampung Hukum 2018 ini diharapkan dapat meningkatkan integritas dan kualitas pelayanan publik dalam melaksanakan kemandirian badan peradilan.
Hall Cendrawasih JCC hari itu dipenuhi dengan banyak sekali stan dari lembaga yang berbeda. Total ada dua belas lembaga yang turut serta dalam meramaikan Kampung Hukum 2018, yaitu: Komisi Yudisial (YK), Mahkamah Konstitusi (MK), Kementrian Hukum dan HAM, Badan Narkotika Nasional (BNN), Ditjen Peradilan Agama MA, Badan Pengawasan MA, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, Ditjen Peradilan Umum MA, Ditjen Peradilan Militer dan TUN MA, Kepolisian RI, Balitbangdiklat MA, Majelis Permusyawaratan, dan juga dua bank yang hadir; BTN dan BNI syariah.
Gimana rasanya belajar di Kampung Hukum 2018? |
Awalnya, saya mengira bahwa acara ini akan begitu kaku. Namun, bayangan saya seketika itu buyar begitu saja. Terlebih karena pembawaan MC dan kunjungan ke stan Komisi Yudisial. Menyenangkan! Banyak games yang disuguhkan di masing-masing stan yang membawa kita pada pengetahuan tentang hukum dengan cara yang jauh dari membosankan. Seriously, guru-guru pendidikan kewarganegaraan harus belajar banyak dari Kampung Hukum 2018 ini.
Usai berkeliling melihat-lihat isi stan untuk bermain games dan mengumpulkan hadiah—hehehe, kami siap dengan talkshow yang tak kalah menarik usai jam makan siang berakhir. Talkshow yang bertajuk “Pencemaran Nama Baik Melalui Hoax pada Media Sosial” ini dipaparkan oleh tiga narasumber dengan satu moderator yang luar biasa.
Media sosial, mungkin kita memang sudah tidak asing lagi dengan hal yang satu ini. Namun, mungkin belum banyak dari kita yang bisa dengan bijak menggunakan media sosial, juga termasuk di dalamnya mengenai bagaimana menyikapi banyaknya berita yang tersebar bebas. Perubahan zaman ini memungkinkan banyak berita tersebar dengan mudah, tapi sayangnya banyak sekali yang masih malas untuk mengecek keabsahan dari berita yang diterima.
Ujung-ujungnya, hoax ada di mana-mana.
Jika diusut kembali, hoax sebetulnya bukan merupakan suatu hal yang baru. Legenda, mitos, bahkan budaya April Mop juga bisa dikategorikan sebagai hoax. Jadi, hanya bentuk dan namanya saja yang berubah. Namun, kenapa isu hoax baru meledak beberapa tahun belakangan? Karena sebenarnya, yang membuat keadaan menjadi lebih kritis dengan hadirnya hoax di masa sekarang ini adalah keadaan psikologis masyarakatnya.
Tiga narasumber beserta moderator talkshow |
Kehadiran media sosial yang begitu membawa perubahan besar sepertinya belum mampu dimaknai oleh sebagian orang dengan baik. Maka, keadaan seperti sekarang inilah yang terjadi. Penggunaan media sosial yang semakin menggila adalah alasan utama dari hoax yang tampak semakin mengerikan.
Pernah tidak kita berpikir bahwa suatu saat nanti manusia di masa yang akan datang dapat memilki tubuh seperti gambaran alien yang sering kita lihat?
Itu adalah pertanyaan dari salah satu narasumber yang membuat saya cukup berpikir keras, kok bisa?
Ya, sebab pada zaman sekarang saja, manusia sudah jarang bicara dan lebih banyak mengetik. Hal ini bisa jadi dapat memicu perubahan mulut menjadi mengecil dan jari yang memanjang. Pun dengan banyaknya fasilitas yang ada membuat manusia lebih jarang bergerak, bisa jadi dapat mengubah tubuh manusia menjadi lebih kecil. Sementara, otaknya membesar karena aktivitas berpikirnya yang terlalu banyak. Selain itu, mata yang selalu terpapar cahaya dari gawai bisa jadi akan lebih besar nantinya.
Duh, benar juga ya?
So, bijak bermedia sosial bisa dilatih mulai dari sekarang. Banyak dampak tidak menyenangkan yang bisa kita dapatkan jika terlalu menggilai media sosial. Apalagi, kalau gila tanpa aturan. Memangnya kamu mau jadi alien nantinya?
Tabik!
Pertiwi
4 komentar
Niatnya mau pulang cepat ternyata sampai habis acara malah di sana ya saking serunya
BalasHapusNiatnya mau pulang cepat eh malah di sana sampai acara beres saking serunya ya
BalasHapusDengan adaada kesadaran bahaya hoax diharapkan peredaran hoax bisa diberantas samsam tuntas
BalasHapusAcaranya seru juga yak. Sampai betah 8 jam di situ! Hahaha. Analogi alien itu bagus banget. Kok ya bisa ya berkaitan kayak gitu. Kalau jadi premis film sepertinya menarik wkwkw.
BalasHapusKesalahan orang-orang pandai ialah menganggap yang lain bodoh, dan kesalahan orang-orang bodoh ialah menganggap orang lain pandai. - Pramoedya Ananta Toer