Tak terasa, ternyata lebaran sudah ada di depan mata. Meski bagi saya pribadi, tidak ada yang gebyar ketika lebaran tiba. Namun, tanggal 1 Syawal tetap menjadi hari yang berbeda dari hari-hari lainnya.
Keluarga
saya sejauh ini lebih santai menjalani momentum Hari Raya dengan kumpul
keluarga di rumah kami yang kecil. Kalau mengambil penggalan lirik Fourtwnty
yang berjudul Diam-diam Kubawa Satu,
sih, bilangnya gini; “Terkuras ideku
setahun penuh. Liburanku. Tolong jangan ganggu.”
Ya siapa sih
yang mau liburannya diganggu? Misal lagi melahap lontong opor, tiba-tiba saja dapat surel dari si bos yang
bilang kalau buku catatan Kegiatan di
Bulan Ramadhan harus dikumpulkan besok dalam bentuk portofolio. Duh,
rasa-rasanya kok ingin ngepruk beliau
pakai toples nastar.
Di samping
itu, kalau bicara soal lebaran memang tidak jauh-jauh dari jamuan makanan. Saya
sendiri sebetulnya tidak suka dengan jamuan yang berlebihan. Untung saja
orangtua saya punya toko kelontong. Sehingga kalau jajanan yang disajikan buat suguhan itu kurang laku, maka kami bisa
menjualnya kembali. Konyol kalau sampai merayakan lebaran dengan camilan yang
banyak tapi dua atau tiga bulan kemudian terpaksa dibuang karena tidak kunjung
habis.
Sejauh saya
melanglang buana sebagai tamu saat Idulfitri berlangsung, hidangan yang paling
saya suka ya jelas saja kue-kue buatan empunya rumah. Bukan jajanan kemasan
seperti yang orangtua saya sajikan. Alasannya sederhana, kue-kue itu biasanya
memiliki cita rasa yang menggambarkan kehidupan keluarga tersebut.
Kalau renyah
dan manis berarti keluarga itu harmonis dan penuh senda gurau. Lalu, jika kue
yang dibuat ternyata keras dan susah digigit berarti keluarga tersebut memiliki
tata aturan yang ketat dan komunikasi antar anggota keluarganya kaku.
Sementara
jika kuenya hambar itu menandakan suasana rumah tangga mereka begitu sepi, seperti
orangtua yang sibuk dengan pekerjaannya masing-masing dan anaknya yang merantau
ke kota lain misalnya.
Dari
berbagai macam pengalaman lidah saya mengecap rasa kue, suatu ketika saya
mendapati kue yang sangat lembek dan asin. Untuk memakannya saja, saya harus
menggunakan garpu. Usut punya usut, ternyata kepala keluarga di dalam rumah
tangga itu bekerja sebagai master chef
di warung tenda. Alhasil, jadilah saya memakan kue yang ia sebut sebagai kue tiaw.
Krik!
Via perutgendut.com |
Terlepas
dari filosofi kue yang asal-asalan tadi, ada beberapa jenis kue yang jadi
favorit bagi lidah saya. Yaitu, kue bolu cookies, muffin cookies, nastar cookies,
hingga kue putri salju pandan dan kue tiaw. Jika boleh berandai-andai,
pengurus RT setempat harusnya peka terhadap pentingnya mengetahui menu hidangan
lebaran sebelum bertamu. Pengurus RT perlu membuat grup WhatsApp yang
beranggotakan setiap perwakilan keluarga di sana.
Nantinya,
setiap keluarga bisa submit daftar
menunya di grup WhatsApp tersebut. Ada dua manfaat yang bisa didapat. Pertama,
menu bisa lebih variatif. Dan kedua, calon tamu bisa memilih bakal berkunjung
ke rumah siapa berdasarkan menu maknannya. Dengan begitu ajang silaturahmi di
desa tersebut bisa lebih kondusif dan tepat sasaran.
Jika benar
demikian, mungkin tetangga kita yang paling congkak bakal ngechat begini: “OPEN HOUSE
KELUARGA Bpk MAKMUR. TANGGAL 25 JUNI 2017 PUKUL 08.00-14.00 WIB. Acara:
sungkem, makan-makan, tebar pesona, foto-foto, dan bagi-bagi rejeki. Menu kue:
Bolu Cookies dan Nastar Cookies. Minuman: Orson Sarsapila dan Kopi Joss. Makan
besar: Opor Mozarella, Sambel Goreng Tenderloin, dan Kue Tiaw. FREE
ENTRY. #KeluargaMakmur #AkuDanKekayaanku *nb: dapat gudibek dan uang transport
300rb/tamu.”
Waduh, itu
tetanggaan sama Raja Minyak kayaknya, ya. Bisa jadi. Eh, minyak apa?
Minyakiti
hatimu.
Mbuoh!
Hehehe,
sepertinya lebih baik saya sudahi saja ya cerita sederhana ini. Daripada makin
ngelantur ke mana-mana nanti malah saya tidak diwajibkan berpuasa lagi. Lho kok
bisa? Lha iya bisa dong. Kan ngelatur ke mana-mana. Ya berarti sudah masuk
kategori musafir itu.
Krik!
Wes ah, tandanya memang benar harus disudahi.
Terima kasih untuk teman-teman yang sudah membaca tulisan saya. Meski banyak
sekali ketidakpentingan yang saya torehkan dalam tulisan ini, semoga saja ada
manfaatnya. Misal, teman-teman jadi ingin membuat berbagai macam kue yang
nantinya bakal jadi menu spesial saat lebaran.
Saran saya,
masaklah kue terbaikmu dengan cinta yang tertuang disetiap lelehan Blueband.
Ingat-ingatlah momentum terbaikmu saat bersama keluarga. Letakkan ingatan itu
ke dalam adonan kue dengan kekhusyukan. Lantas, meleburlah bersama setiap
kegembiraan yang hadir bersama datangnya Idulfitri.
Mohon maaf
lisan dan tulisan.
Salam,
Musafir
Rindu
3 komentar
Wkwkw mbak mbaaak bisa aja. . Ketawa ketawa ini bacanyaa. . Aku paling suka nastar bikinan ibuk kalaau lg lebaran giniii. . Hahaha enaak renyah gurih yummy pokoknyaa. Kan jd mendadak lapar gini wkwwkw
BalasHapusWkwkw mbak mbaaak bisa aja. . Ketawa ketawa ini bacanyaa. . Aku paling suka nastar bikinan ibuk kalaau lg lebaran giniii. . Hahaha enaak renyah gurih yummy pokoknyaa. Kan jd mendadak lapar gini wkwwkw
BalasHapusKalau aku sukanya putri salju. Kue faforit dari SD. sampai sekarang aku suka banget sama kue putri salju. hehehehhe..
BalasHapusTapi jgn kebanyakan, ntr diabetes loh :D
Kesalahan orang-orang pandai ialah menganggap yang lain bodoh, dan kesalahan orang-orang bodoh ialah menganggap orang lain pandai. - Pramoedya Ananta Toer