“Kak Tiw, kok gue WhatsApp-an sama lo gak warna biru ya centang duanya? Padahal lo read, kan?”
“Gue jampi-jampi. Keren, kan?
“Halah, seriusan. Itu gimana? Biar gak keliatan nge-read, tau-tau typing aja.”
“Kan ada di setting. Dari awal WhatsApp ada biru-birunya juga udah langsung gue matiin.”
“Biar apaan, Kak?”
“Biar gak jadi generasi milenial yang mudah resah.”
Sebagai orang yang hobi berselancar di dunia maya, bukan hal yang mengagetkan saat kutemukan banyak status bernuansa galau yang berhubungan dengan kirim-pesan-tapi-dibaca-doang. Kemajuan teknologi ternyata bukan hanya meresahkan generasi tua yang takut anaknya salah jalan dengan kemudahan masuknya budaya luar, tapi pun semakin membawa kegusaran di generasi milenial.
Bagaimana tidak? Fitur-fitur yang disediakan oleh teknologi terkini saat dipadupadankan dengan ketidakmampuan menjaga isi kepala dan hati ternyata akan menjadi sebuah kombinasi yang apik dari maraknya kebaperan.
Sungguh tragis bukan buatan.
***
Berkuliah di jurusan sastra Indonesia tidak melulu mentok pada obrolan tentang puisi, cerpen, novel, dan sejenisnya. Salah satu hal yang sangat dekat dengan obrolan kami di dalam kelas adalah film. Yap, film juga bisa jadi bahan skripsi mahasiswa sastra Indonesia, lho. Eh, bahan apa? Aku ngetik apa, ya, tadi? Lupa.
Aku mau cerita sedikit tentang film dan jurusan sastra Indonesia di kampusku, ya. Karena, kalau kata dosenku, “Dunia sastra dan film itu berjabat tangan.”
Bisa dibilang, sastra dan film adalah sahabat yang baik. Bisa juga dibilang berada dalam suatu hubungan yang berujung pada simbiosis mutualisme. Gak jarang, kan, ada buku yang difilmkan? Dan sudah cukup marak juga film yang akhirnya dibuat menjadi buku. Bukunya laku keras, filmnya ngikut. Filmnya banyak ditonton, bukunya pun turut. Sungguh suatu ikatan harmonis yang saling memagut.
Di semester awal masuknya aku ke kampus, aku sempat kaget sekaligus penasaran saat dosenku—Bunda Helvy Tiana Rosa—yang mengampu mata kuliah Apresiasi Sastra berkata, “Kalian jangan mati dululah sebelum nonton Dead Poets Society.” Pikirku, setdah seberapa kerennya, sih, itu film? Sampai akhirnya, ramailah film itu dipertanyakan oleh maba-maba gemesh pada zamannya.
Selepas kuliah, sebagian dari kami menghabiskan waktu dengan berteater ria. Nah, di situlah seorang alumni menawarkan, “Nontonlah, nanti filmnya ngopy dari gue aja. Gue punya, kok.” Meskipun kakak alumni ini gayanya tengil sekali, tapi rasa penasaranku akan film yang katanya harus ditonton sebelum mati itu mengalahkan kekesalanku padanya. Janjian dengannya cukup ribet, karena dia sudah bekerja dan otomatis aku yang mengalah mengikuti waktunya. Hingga pada akhirnya…
Carpe diem! O Captain, My Captain!
Rasa penasaran dan penantian yang panjang menunggu copy-an film itu sampai di gawaiku terbayar sudah. Kujadi cukup paham mengapa dosenku sampai berkata demikian. Film tersebut sangat baik mengungkap cerita persahabatan, hubungan anak dan orangtua, pertentangan, pilihan hidup, sastra, dan yang paling menarik buatku tetaplah… Mr. Keating dan cara mengajarnya. Jatuh hati sejatuh-jatuhnya. Kalau penasaran, nanti tonton filmnya, ya.
Bukan hanya di mata kuliah Apresiasi Sastra saja film menjadi buah bibir, pun juga di mata kuliah Pragmatik, Sastra Klasik, Sastra Anak, Sastra Nusantara, Kajian Budaya, dan lain sebagainya. Semester ini, aku lagi-lagi bertemu dengan satu mata kuliah yang diampu oleh Bunda Helvy: Sastra Populer. Masuk pada materi di pertemuan pertama, lagi dan lagi Bunda nyerempet membahas film.
“Surat Cinta untuk Kartini itu keren banget. Bunda gak biasanya suka sama film yang pemerannya Chicco Jerikho, tapi yang ini bagus. Sayangnya baru sebentar tayang, layarnya udah dibabat habis sama Ada Apa Dengan Cinta 2. Ya bayangin aja, 70 layar buat Surat Cinta untuk Kartini dibandingin sama 500 lebih layar buat Ada Apa dengan Cinta 2 di bioskop Indonesia. Ya lama-lama habis.”
Miris. Lebih mirisnya, kubelum nonton sama sekali. Hhh.
Tahun lalu, kumemang hampir tidak masuk gedung bioskop sama sekali. Ya sibuk KKN-lah, ya KKL-lah, ya maganglah, ya kerjaan yang lainlah. Sekalinya ke gedung bioskop ya ada acara, itu pun gak nonton film. Hanya di cafenya. Pengin nonton, tapi belum pernah nonton sendirian. Sementara, ketemu teman aja sudah sangat jarang. Cuma telepon genggam yang menjadi teman paling setia dan selalu ada kapan saja dan di mana saja.
Namun, semakin ke sini telepon genggam terasa begitu membosankan. Setiap buka telepon genggam, ya yang dilihat notifikasi yang itu-itu lagi: ya tugas, ya pekerjaan, ya kumpul komunitas, ya bahasan basi, ya bercandaan ngalor-ngidul. Beberapa kali sempat sengaja menghilang dari aplikasi berkirim pesan. Untungnya, WhatsApp-ku sudah diatur untuk tidak tampak last seen dan centang birunya. Jadi, kalau ada yang mencari, bisa beralasan belum baca atau chat-nya tertimbun chat lain jika lama membalas. Ehe. Yah, triknya ketahuan.
Di tengah kejenuhan akan aktivitas itu, seorang teman datang dan memberi pencerahan, “Nonton film aja, Tiw.”
Boleh juga, pikirku. Lagian, masih ada PR dari Bunda Helvy untuk nonton Surat Cinta untuk Kartini, kan.
“Pake HOOQ, Tiw. Provider lo sama kayak gue, kan? Ada paket nonton film di HOOQ, tuh, dari paket internet bulanannya. Cobain, deh. Mubazir kalo gak dipake, enak kok.”
Entah karena begitu muaknya dengan apa yang biasa kukerjakan dengan telepon genggam atau karena kata-kata temanku yang begitu menghipnotis, kulangsung saja mengunduh aplikasi yang direkomendasikannya: HOOQ.
Dengan tampilan yang mudah digunakan, HOOQ langsung membuatku jatuh ke dalam pelukannya. Tsaah. Sebagai aplikasi streaming film lewat telepon genggam, nilai lebih yang bisa menjadikan HOOQ pilihan adalah kemudahan yang ditawarkan untuk mewarnakan hari dengan sinema pilihan di mana saja dan kapan saja.
Bukan hanya itu, HOOQ juga ternyata bisa menjawab keresahan-keresahanku sebelumnya.
Pertama, perihal pergi ke bioskop. Ini sungguhan, aku sudah sangat jarang pergi ke bioskop. Apalagi nonton film di bioskop. Banyak sekali kendala yang ada, atau yang diada-adakan, untuk tidak pergi menonton film di bioskop. Gak ada temanlah, gak ada waktu buat jalannyalah, gak ada yang dipeluk kalo kedinginan juga. Eh, gimana gimana?
Adanya HOOQ bisa membuatku duduk diam di keheningan seperti biasa dengan suasana yang tetap meriah. Melepaskan diri dari penatnya tugas dan pekerjaan lewat sekumpulan cerita yang disajikan melalui sinema. Ya, supaya gak peka dengan teks aja, kan, ya. Audio dan visual perlu dilatih juga. HOOQ bisa kunikmati di rumah, di perpustakaan sembari menunggu dosen, atau saat sedang dalam perjalanan. Pun bisa menonton dengan posisi sesuka hati, kalau di bioskop kan ya begitu-begitu aja gerakannya.
Kedua, yang membuatku malas nonton di bioskop adalah tidak ada teman yang bisa diajak. Kebanyakan sibuk, sih, ya. Nah, HOOQ membuatku tetap nyaman menonton film walaupun sendirian. Ih, pengertian banget deh. Aku tak perlu merasa sendiri di tengah keramaian, karena HOOQ menemaniku dalam setiap keadaan.
Ketiga, meminimalisir waktu dan anggaran. Jika aku pergi ke bioskop, otomatis aku akan membutuhkan waktu ekstra untuk mandi, memilih pakaian, make up, dan perjalanan. Bisa lebih dari satu jam, tuh. Sementara, HOOQ memungkinkan kita untuk menghemat waktu yang berharga itu karena film yang disediakan bisa ditonton di mana saja dan kapan saja.
Anggaran, jelas lebih murah pakai HOOQ, dong. Kalau aku, karena aku memakai provider seluler yang bekerjasama dengan HOOQ, aku sudah mendapat kebebasan akses HOOQ selama satu bulan dengan mengaktifkan paket internet bulanan dari provider terkait. Nah, kalau yang lain, bisa berlangganan dengan biaya Rp49.500/bulan atau Rp18.700/minggu aja kok. Harga tiket buat sekali nonton di bioskop bisa ditabung untuk nonton film di HOOQ selama satu bulan. Luv!
Pada fitur Browse, langsung saja kuketikkan judul Surat Cinta untuk Kartini dan voila! Pertanda aku akan melipir sejenak dari dunia untuk menikmati film yang digadang-gadangkan dosenku. Mencari titik istimewanya agar manggut-manggut paham lagi seperti kasus Dead Poets Society beberapa tahun lalu. Namun kali ini prosesnya lebih mudah, dong, tentu. Tidak perlu lama menunggu unduhan di tengah sinyal wifi kampus yang buruk atau menanti kakak alumni yang sibuk.
Hal berbeda lainnya, selepas menonton film Surat Cinta untuk Kartini ini, aku tidak merasa sepuas sebelumnya saat menonton film Dead Poets Society. Bagus, sih, tapi hanya sekadar bagus saja. Bahkan ada titik yang kukeluhkan kepada Ilham karena ketidakpuasan yang besar di titik itu. ketidakpuasan itulah yang membuatku ingin menonton film lain yang mungkin bisa membayar ketidakpuasanku tersebut.
Untungnya punya pacar pencinta film—dan pencinta aku—adalah bisa ditanya-tanya dulu kalau mau nonton. Sayangnya, kok banyak film bagus yang direkomendasikan Ilham tapi tidak tersedia di HOOQ, ya?
Dari yang awalnya menonton film dengan lancar jaya, tetiba datang kendala. Saat dihadapkan oleh sesuatu yang berbeda, bukan hal yang aneh jika timbul banyak tanda tanya. Termasuk soal tidak tersedianya film-film yang kucari di HOOQ. Untungnya, jawaban dari kendala tentang HOOQ tak perlu menjadi tanda tanya dalam waktu yang panjang, sebab…
Wah, bisa request film di HOOQ!
Sudah mendapat angin segar sebagai jawaban atas pertanyaan, masa tidak segera dimanfaatkan?
33 komentar
Seperti halnya makan, dan membaca buku, menonton film itu hukumnya wajib ketika waktu senggang, tapi apa daya, rumah jauh bioskop..
BalasHapusMau streaming sayang sama kuota, eh ternyata ada aplikasi penyedia film seperti hooq, ah sekiranya nasib kebosanan aanak kos di akhir bulan terbebaskan..
Gak ngerti, Fan. "Mau streaming sayang sama kuota, eh ternyata ada aplikasi penyedia film seperti hooq" ini gimana deh? Aku limbung, Fan. Limbuuung.
HapusILHAM BANGKAY! HAHAHAK
HapusMas Fan maafkan Ilham, ya. :)
HapusHOOQ ini memang menarik. Meski kamu lebih menarik, sih. Dan kamu bisa ngelawak. HOOQ gak bisa.
BalasHapusBtw, aku baru tahu bisa langganan mingguan hahahhak. Sungguh begitu informatifnya tulisan ini. Sudah cocok jadi reviewer aplikasi. Meski lebih cocok sama saya.
Selain itu aku sering merekomendasikan film dan ternyata gak ada di HOOQ kan ya? Lalu kamu request-in itu semua? Wahh. Lama-lama HOOQ ada divisi penerima request khusus buat user Pertiwi Yuliana nih. Jika memang HOOQ membuka lowongan pekerjaan di divisi itu. Aku mau!
GEMASH! HAHAHAK~
Hapusjust read ,, oalah bikin hatiku kepo mba , apalagi whastapan sama dia ( rahasia ) kalo gak di balas hatiku kayak kebkaran jenggot,, untung jenggot ku saat ini udah di babad pake golok,,,hahaha
BalasHapusMbok ya di-read sampe abis :(
HapusKata Joni di Janji Joni, "Film anugerah seni terbesar yang pernah ditemukan umat manusia."
BalasHapusCocok nih Hooq buat saya yang selalu kesulitan nyari teman nonton ke bioskop. Dan kadang kalo mau nonton itu agak kesel juga sih dengan pertanyaan repetitif, "sama siapa?". Kayaknya ada kepuasan tingkat nasi padang pakai rendang minumnya es teh manis yang gelasnya berembun gitu kalo saya jawab, "sendiri". =( *lau napa curcol, njirrr*
Kebanyakan manasin motor, sih :(
HapusBegitu baca judulnya jadi inget Kapten. Kapten Hooq :(
BalasHapusih mantep nih Hooq kayaknya. Belum pernah cobain make sih.. Coba aaah
Coba dong, Kak, seru~
Hapusbagiku menonton film itu seperti memuaskan hasrat kepo dgn jenis warna kehidupan orang lain. xixixi..
BalasHapusbtw kayaknya hooq ini cocok jg buat aku yg kondisinya sdg ga iso nonton di bioskop, udah dua bln ini bahkan tv aja ga iso nonton.
coba ah... makasih ya pertiwi infonya
Iya monggo dicoba, Mbak hehehe sama-sama, semoga bermanfaat.
HapusAda film Indonesia????? Duh aku kelewat banyak film Indonesia beberapa tahun lalu. Nyari DVD susah sekarang. Trus blom lagi ada kalanya rindu pengen nonton yang lama-lama kaya Ca Bau Kan.
BalasHapusEh Hooq ini bisa nonton via laptop juga ga? Aku ga suka nonton di hape. Kurang puas. DUh banyak maunya. Nanya mulu. Aku brosing sekarang juga ah.
Ada dong, gak cuma film kok, ada serial juga hwehehe~
HapusBis via laptop, Ilham pernah.
selain bisa menghibur film itu juga bisa memberikan pelajaran untuk kehidupan sehari-hari, dan itulah yang ane rasakan.
BalasHapussenegnya dengan aplikasi HOOQ itu ada banyak film lawas lokal yang bagus banget "petualangan sherina" misalnya sangat layak untuk dipertontonkan ke generasi sekarang biar semangat tuk action.
artikelnya keren sist, apalagi dengan ilustrasi.
salam hoki dan salam blogger
Hehehe terima kasih, ya.
HapusMantaaapp mba. Saya kmrn juga dah cobain Hooq.. lmyn gratisan dari provider hehe
BalasHapusSeru pakai HOOQ hehehe
HapusKalo dari segi harga dengan kemudahan yang ditawarkan harga segitu lumayan terjangkau ya, Tiw. Apalagi jika dibandingkan sama satu harga tiket bioskop yang berkisar antara 35-60K untuk satu film aja. Kalo pake aplikasi ini bisa puas nonton hanya dalam genggaman tangan aja dan harga yang lumayan terjangkau juga pulaaa :D
BalasHapusAku download Hooq cuma mau nonton mentalist hahha.. Eh tapi film2nya seru2 loh
BalasHapusSayangnya belum ada drama Korea yaa...?
BalasHapusHeheh...iyalah...ini kan khusus film.
Semoga Hooq makin banyak koleksi filmnya sehingga makin luas juga jangkauan penikmat film.
Applikasi hooQ sangat membantu sekali dalam menonton movie streaming akan tetapi apabila keseringan kasian di battrei hape kita karena cepet habis
BalasHapusFilm2 yang bagus biasanya emang berasal dari karya sastra yang bagus ya mbak, baik itu diadaptasi dari novel atau emang skrip skenario aslinya :D
BalasHapusTFS
Wah cocok nich buat menghalau bosen biss nonton dimana-mana. Cobain ah
BalasHapuskalau dulu setiap menonton bioskop mesti ngantri lalu nunggu jadwal filmnya juga. belum lagi mesti bayar tiket yang lumayan mahal. sekarang semuanya cukup dalam genggaman tangan saja dan semuanya beres. mantep
BalasHapusJujur sih, aku kurang kekinian. Pas yang lain udah gencar pake Hoox, aku baru download kemarin. Wkwkkw...
BalasHapusSalah satu film yang pengen bngt aku tonton itu From London To Bali. Tapi belum ada ya? HUhuhu
Bagiku hooq memang keren, selain gambarnya jelas. Bisa nonton film dimana aja lagi. Bisa dibilang bioskop mini..
BalasHapusSalam kenal ya :)
Aku blm nonton Surat utk Kartini. Nanti boleh lah lewat Hooq. Asyik bgt skrg busa reques. Biaya langganan murah pula
BalasHapusSaya ingat dulu beberapa kali pelajaran Bahasa malah nonton film. Tujuannya ya ternyata byk sekali. Skrg mudahnya nonton film
BalasHapusKak Tiw, UNJ, ya? Sampaikan salamku pada Bunda Helvy ya dari cutdekayi. Pengen banget diajarin ma beliao ;') #gagalfokus
BalasHapusDi hooq ada film-film era 80an ga ya, edisi pengen nostalgia nih.. Soale emakmah aslinya kurang suka nonton, apalagi kalau streaming, mata udah ga kuat 😜😂
BalasHapusKesalahan orang-orang pandai ialah menganggap yang lain bodoh, dan kesalahan orang-orang bodoh ialah menganggap orang lain pandai. - Pramoedya Ananta Toer