Original image source: jamesonwilds.wordpress.com |
“Kapan aku jadi orang yang dirindukan?”
“Kalau sudah ketemu aku, nanti kurindukan terus. Mau?”
“Enggak, ah. Aku gak mau jadi penyakit bagi seseorang.”
***
Sebelumnya, aku pernah menulis
perihal ini. Tetapi, karena peran seseorang yang sangat tidak bertanggungjawab,
post blog tersebut dihapus seenaknya.
Luar biasa! Terima kasih, ya, sudah membuatku kehilangan beberapa tulisanku.
Sungguh kekaguman yang luar biasa dariku untuk orang yang begitu tidak sopan
sepertimu.
Kali ini, akan ada perubahan dari
tulisan sebelumnya. Tetap, ya, terima kasih untuk Kak erDidik atas obrolan yang
sangat mencerahkan hati dan pikiranku saat itu. Terima kasih juga atas
permintaan surat cintanya di DM Twitter setahun yang lalu, yang sempat
membuatku rutin mengirimkan surat cinta di blog ini setiap hari Rabu untuk
orang-orang yang ada di sekitarku. Mungkin, surat cinta tersebut akan mulai
kukirimkan lagi setelah adanya post
ini.
Baca juga >> Surat Cinta: Untuk Pena Berjalan
Baca juga >> Surat Cinta: Untuk Pena Berjalan
Memiliki mereka yang selalu
bersedia disibukkan dengan diskusi absurd mengenai hal-hal yang tidak biasa
dipandang orang banyak adalah sesuatu yang menyenangkan. Sepertiku memiliki
pengganti sosok kakak seperti Kak Er. Pencinta kopi pertama yang kukenal lewat
sebuah komunitas perpuisian yang kubuat ini pun jauh lebih banyak mengenalkan
aku ke dunia sastra daripada saat aku duduk di bangku perkuliahan. Hebat!
Baiklah. Seperti dalam kutipan
percapakan yang telah membuka tulisan ini, satu yang ingin kubahas adalah
perihal RINDU.
Bukan sedikit orang yang
berbangga hati ketika mengetahui bahwa dirinya adalah orang yang dirindukan
oleh orang lain. Bukan sedikit orang yang berbahagia mengetahui bahwa dirinya
selalu menjadi yang ditunggu. Namun di suatu senja setahun yang lalu, sebuah
pesan masuk membawaku pada kesadaran baru perihal rindu.
Rindu itu PENYAKIT. Saat itu, aku sempat mati rasa karena rindu
yang tak juga menemukan jumpa. Dan ketika itu pula, kubaru menyadari perihal
sakitnya merindu seseorang. Lalu, seketika aku sangat tertohok. Kenapa harus
bangga, ya, kalau hanya membuat sakit yang lama-lama bisa jadi borok? Goblok!
Hahaha.
Banyak yang merasa, dialah obat
dari rindu yang diderita. Padahal, ialah sebab penyakit rindu itu datang juga.
Bagaimana bisa tak juga sadar? Ya, karena tak mau buka mata. Agaknya cukup
mengenaskan mengetahui ketertutupan yang ternyata telah lama kita pelihara. Maka,
mari perluas isi kepala.
Bukan hanya sebagai penyakit
hati, rindu juga dapat menyakiti jasmani. Untuk mereka yang belum cukup tangguh
untuk menahan rasa yang membuncah di dalam hati, semua itu seringkali akan
keluar secara barbar melalui fisik. Jatuh sakit. Dan orang bodoh mana yang
sanggup menerima bahwa dia, secara harfiah, membuat orang yang dia sayangi—dan juga
menyayanginya—jatuh sakit?
Lalu, apakah kita—sebagai manusia
yang semestinya menjadi pemenang—harus kalah dengan persoalan rindu ini? Membuat
orang yang dirindukan merasa tak enak hati dan membuat diri sendiri layaknya zombie?
Semestinya, tidak! Maka itu, kita perlu bijak mengatasi tiap masalah, termasuk
soal kerinduan. Berikut adalah beberapa cara yang, mungkin, dapat membantu kita
untuk lebih arif dalam merindu dan dirindu:
- Menyibukkan Diri
Hal pertama yang
terlintas pada benak hampir setiap orang untuk mengatasi hal-hal seperti ini
adalah dengan berusaha sesibuk mungkin. Tujuannya? Agar pikirannya tidak melulu
terfokus pada hal yang belum dapat dijamahnya saat itu. Pengalihan pada hal-hal
positif sehingga menyita waktu ini merupakan salah satu solusi yang cukup baik.
Ini dapat menunjukkan sebuah kontrol hati dan pikiran yang baik dalam menjalani
perannya di Bumi. Rindu itu jangan dulu dijadikan beban. Tetap jalani seiring
dengan pencapaian titik-titik yang menjadi tujuan.
- Lebih Banyak Berinteraksi dengan Orang Lain
Dengan terlalu
banyak berdiam diri, jelas saja rindu itu akan lebih melukai. Yang harus kita
pahami, luka hanya akan menyayat sedalam yang kita izinkan. Maka, jangan
berikan lampu hijau pada rindu untuk melukai diri ini dan orang terkasih. Coba untuk
lebih banyak lagi berinteraksi. Seseorang pernah berkata, “You just need to respect and look around yourself, happiness is around
you.” Pergilah keluar, sapalah orang-orang sekitar, dan banyak-banyaklah
bicara pada mereka. Siapa lagi yang akan menghidup-hidupi hidup kita kalau
bukan kita sendiri, ya kan? Biarkan rindu mengambil tempatnya sendiri, tapi
jangan biarkan dia menguasai keseluruhan hidup hingga kita kehilangan kontrol
diri.
- Dengarkan Banyak Lagu untuk Mencurahkan Isi Hati
Jika banyak
orang berkata bahwa sebaiknya dalam keadaan seperti ini kita harus menjauhi
lagu-lagu sedih, tapi—bagiku pribadi—ini malah suatu keharusan. Beda? Gak apa-apa.
Gak semua orang cetakannya sama. Tuhan Maha Kreatif. Kerinduan yang menyebabkan
sedih yang keterlaluan butuh detox
terlebih dahulu untuk mengeluarkan semua perihnya. Menangislah sejadi-jadinya. Rasakanlah
sakit yang sesakit-sakitnya. Tapi setelahnya, bangkit lagi untuk menatap indahnya
Senja, ya. Tenang, dia gak ke mana-mana. =)
- Pantaskan Diri untuk Bahagia
Setiap orang
pantas untuk bahagia. Jangan biarkan rindu menjadi suatu penghalang atas
kebahagiaan karena kita terlalu sibuk mencari sakitnya. Tinggi hati memang
bukan sesuatu yang baik, tapi menghargai diri sendiri bisa jadi suatu kewajiban
yang seringkali dilupakan. Setiap manusia itu istimewa dan berharga, masa kalah
hanya dengan rindu saja? Berbahagialah, sebab rindu bukan apa-apa. Dia hanya
pemanis pada tiap hubungan kita. Dan… kita hanya butuh untuk per-ca-ya.
- Doakan Rindumu
Selalu kembali
pada hal yang paling hakiki. Berdoa akan menenangkan jiwa dan hati. Kita masih
selalu memiliki Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, kan? Ketika rindu itu
datang, mintalah kepadanya agar rindu yang kita punya sampai pada tujuannya
tanpa harus menyakiti satu dan lainnya. Perlahan, bahagiamu akan datang. Tinggal
tunggu waktunya.
Yap, hal-hal sederhana, ya? Sekali
lagi, jangan jadikan rindu kita sebagai beban. Nikmatilah pelan-pelan. Agar si
perindu dan yang dirindu sama-sama terbebas dari beban. Perbanyak sadar diri
bahwa banyak keping kehidupan lain yang butuh untuk kita temukan. Kalau stuck pada satu hal, langkah kaki kita
akan semakin berat untuk berjalan. Iya, kan?
Ah, sudah, ah. Ayuk ngobrol lagi,
supaya semakin peka dengan dunia!
Salam sayang,
Pertiwi Yuliana
14 komentar
Aku ambil yang terakhir, selaly berdoa semoga rinduku merasakan rindu yg sama, kalo perlu lebih hhe <( ̄︶ ̄)>
BalasHapusKejam yah? Ah biarin
Hahaha maunya lebih, ya? Gapapa, Kak.
HapusRinduku menyertaimu dalam doaku eaaakk. Ah Persetan Rindu!!
BalasHapusNyah ini mah promosi judul post blog sendiri. Banned! Wkwkwk
Hapussetuju sih kalo rindu itu penyakit.
BalasHapusAda yang sampe sakit gara-gara nahan rindu soalnya. hhmm
Iya, kujuga pernah rasakan itu. Pedih. :(
HapusRindu itu menggemaskan. Apalagi jika tak terjangkau :')
BalasHapusYah :')
HapusPenguatan buat poin; menyibukkan diri dan berdoa. Ini testimoni dari yang pernah nyoba dua saran itu, wkwk. Mantaps Tiw!
BalasHapusMuehehehe thanks, Himma! Udah sukses, kan? Alhamdulillah. :)
HapusRindu itu penyakit.
BalasHapus(((Penyakit))) Haha ku doakan saja rinduku. Ngomong-ngomong salam kenal kak.
Aamiin. Salam kenal juga, ya. :)
Hapusmakasih infonya, walaupun sakit tapi rindu memberikan rasa tersendiri, yang sensasinya hanya orang yang rindu yang tahu
BalasHapusWahaha sensasiiiiii
HapusKesalahan orang-orang pandai ialah menganggap yang lain bodoh, dan kesalahan orang-orang bodoh ialah menganggap orang lain pandai. - Pramoedya Ananta Toer