Menulis adalah salah satu cara
terbaik untuk mengabadikan kehidupan. Gue sendiri punya ambisi untuk
mengabadikan nama dalam karya. Dalam sastra. Walaupun selama ini suka ikut
nulis di beberapa antologi, tetap gak puas. Pengin punya satu buku dengan satu nama
penulis: Pertiwi Yuliana. Udah.
Buat mencapai tujuan gue itu,
jelas gue harus banyak belajar. Banyak sekali belajar. Apalagi, gue termasuk
salah satu tipe orang dengan idealisme yang tinggi. Jujur aja, untuk nembus
pasar, tulisan gue ini sangat kurang. Ya, kurang peminat. Coba aja liat ke toko
buku, isinya—buat gue—memprihatinkan. Selera baca di Indonesia masih sangat
disetir oleh penerbit. Gue dan beberapa teman kampus, khususnya, benar-benar
jengah dengan keadaan seperti ini. Maka itu, kami mulai berencana untuk
membangun bahasa Indonesia yang baik dan benar (lagi).
Kami punya cara yang
berbeda-beda, memang. Tapi, tujuan kami tetap sama: mengembalikan keindahan
bahasa persatuan kita. Dan cara yang gue ambil adalah lewat social media.
Gak sedikit orang yang bilang gue
adalah orang yang menyebalkan dalam menyampaikan sebuah kritikan. Tapi, ada
juga yang bilang suka sama cara gue. Alasannya, sih, karena mereka jadi tau
salah-salahnya di mana aja dan bisa memperbaiki itu. Salut, sih, sama orang
yang begini. Mau nerima kritikan dan mau memperbaiki kesalahan.
Kritik, itulah salah satu cara
gue untuk bisa menyebarkan virus bahasa Indonesia. Ya, namanya juga virus: ada
yang bisa nerima, ada yang enggak. Gak apa. Gue emang bukan siapa-siapa. Calon
guru juga bukan, tapi gue punya murid. Haseek! Hahaha! Bukan, kok, bukan. Bukan
murid, mereka teman sharing. Mereka
yang pengin belajar menulis dengan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Mereka
adalah…..
Agung Adiwangsa dan YogaAkbar Sholihin
Sebetulnya bukan cuma mereka
berdua yang suka sharing soal
penulisan sama gue, tapi dari sekian banyak ya mereka yang paling menonjol “mau
belajar”.
Agung menanyakan hal yang banyak
orang tanyakan soal EYD, tentang penggunaan “di, ke, dan dari”. Gue mengembalikan
pertanyaannya dengan sebuah pertanyaan, “Apa bedanya di balik dengan dibalik?”
Dan hasilnya gak buruk, kok. Basic-nya,
dia udah paham. Cuma belum terbiasa. Nah, menulis sesuai EYD juga soal
kebiasaan.
Posisi “di, ke, dari” sebagai kata depan atau imbuhan
Nah, ngebedain ini sebetulnya
mudah, kok. Tinggal lihat kata yang mengiringinya. Kalau berupa keterangan tempat atau waktu, pasti penulisannya
dipisah. Yap, ketika penulisannya dipisah itulah posisi “di, ke, dari”
sebagai kata depan. Kalau kata yang mengikutinya bukan merupakan
kata yang menerangkan tempat atau waktu, penulisannya disambung. Posisi
“di, ke, dari” sebagai imbuhan.
Masih bingung?
Oke.
Apa bedanya di balik dan dibalik?
Buku itu dibalik. (2)
Nah, pada kalimat pertama, jelas
terlihat bahwa “di balik” merujuk pada sebuah tempat. Sedangkan pada kalimat
kedua, “dibalik” bermakna sebagai kata kerja pasif dari membalik. Oke? Jelas?
Sip. Itu berlaku juga untuk teman-temannya: ke dan dari.
Masalah yang lain, waktu itu ada
yang mention gue via Twitter dan nanya, “Tiw, yang benar itu orang tua atau
orangtua?” Mari kita bahas:
Apa bedanya orang tua dan orangtua?
Senja ini, aku berbincang bersama
kedua orangtuaku. (1)
Agaknya iba juga melihat orang
tua yang begitu ringkih berjualan banting tulang di jalan. (2)
Nah, penjelasannya sebetulnya
sederhana. Untuk orangtua tanpa spasi,
bermakna sebagai orangtua kandung kita. Sedangkan orang tua dengan spasi
bermakna lebih luas, sebagai orang yang lebih tua dari kita. Gampang,
kan? Iya, semuanya cuma soal kebiasaan.
Kalau Yoga, awalnya gue kritik di
blog-nya. Kritik sederhana, sih, gak sampai dalem banget. Cuma soal huruf kapital.
Gue beberapa kali main ke blog-nya dan tetap sama. Gak ada huruf kapitalnya. Ini
efek kalau nulis langsung di Blogger.
Makanya, gue lebih suka pakai Ms. Word dulu biar gak capek hahaha! Cerita lengkapnya
soal Yoga udah dia ceritain di blognya.
Well, di tulisan itu gue cuma muncul sedikit banget, tapi
komentarnya kebanyakan ngomongin gue. Berkat Yoga, gue eksis mendadak. Thanks, Yog! Gratis pelatihan nulis
sampe tembus penerbit. *eaaak wahaha!
Di antara Agung dan Yoga, yang kentara benar kemajuannya memang harus gue akui adalah Yoga. Semangatnya itu, lho. Agung kan rajinnya ngirim e-mail atau nge-Line tengah malem, kalau Yoga nanya via WhatsApp. Jelas bisa lebih intens buat sharing ini-itu. Kalau semua blogger semangatnya kayak gitu, gue yakin: ISI TOKO BUKU AKAN BERUBAH!
Tapi ada yang bikin sedih, ada
yang bilang gue lebay gegara chat aja
pake EYD. Serius, nih, gue sedih. Bukan apa-apa, sih, ya. Tapi, seperti yang
gue bilang, EYD itu soal kebiasaan. Kalau lo belajar EYD hari ini, sekadar
teori tanpa penerapan yang pasti, lo bakal terus ngulang kesalahan yang sama. Makanya,
sebisa mungkin kalau chat pun gue
memang berusaha pakai EYD, awalnya. Tapi kalau sekarang memang jempol gue
otomatis begitu. Maaf, ya, kalo yang chat
sama gue berasa chat sama dosen. Pernah dibilang gitu soalnya sama temen kampus
hahaha! Eh tapi, Agung sama Yoga kalo chat
juga udah ber-EYD ria, lho! :p *Tiwi nyari temen*
Kalau ngomongin EYD, gak bakal
kelar tulisan ini. Tapi, gue akan tetap menebar virus-virus bahasa Indonesia! Di
tulisannya Yoga banyak yang mau kenalan, sinilah. Gue open kok buat diskusi
perihal tulisan. Tapi yaaaaaa, mesti sabar. Katanya, gue kalo ngritik suka
pedes. Pedes banget. Karetnya udah bukan dua lagi. Padahal biasa aja, ah. Dududu~~~
Komentarnya Hawadis di post blog Yoga |
Banyak orang yang bilang ke gue, “Ngapain,
sih, masuk sastra Indonesia? Mau jadi apa? Sehari-hari juga udah pake bahasa
Indonesia.”
Untuk orang-orang yang suka atau
pernah bilang begitu, percayalah bahwa sastra Indonesia gak sesempit itu. Lagian,
apa pantas bilang begitu kalau masih belum bisa bedain nama yang benar antara “di
mana” dan “dimana”? Gue pribadi, di sini banyak sekali belajar. Bukan hanya
soal bahasa, tapi seluk-beluk kehidupan.
Soal tips nulis sebetulnya udah
pernah beberapa kali juga gue tulis di blog ini, tapi gak gue kasih label. Nanti
gue bikin tab khusus, deh. Semoga blog ini bisa makin bermanfaat buat gue dan
yang baca. Ayuk, yuk, yuk, sama-sama belajar!
Salam sastra,
Editor gadungan
43 komentar
Yap. Setujuuu.. :D
BalasHapusSemasa jadi editor dulu, aku jugak ngalamin ejekan-ejekan dan semacamnya. Hahah.. Dan sayangnya, ngga semua orang ngerti cara menyampaikan atau apa yang kita sampaikan..
Selama niat kamu bagus, jalani aja. Kalok aku sekarang ini mengkritik dengan cara yang berbeda. Entah karena uda terlalu tua. ._.
Sesama anak sastra pasti paham :')
HapusLopyu, Kak Beb :*
Pintar kali ibu yang satu ini....
BalasHapusmudah-mudahan bs jd sastrawati yang handal di segala cuaca.... kidding
Kak, masih lucu dan menggemaskan gini jangan dipanggil "ibu" dong, Kak :/
HapusAamiin :)
Masa...? aku becanda kali liana....namanya kunjungan pertama biar gak kaku...
HapusPanggil Liana bagus juga >…<
HapusTiw, ini kali pertama baca blogmu, dan aku udah hati-hati banget mencoba komen dengan EYD hahahaha :D
BalasHapusGa pernah sebelumnya aku peduli dengan ejaan, ato kata-kata saat nulis komen. Disingkat seenaknya, hurup besar hurup kecil suka ngaco, yang sepele-sepele gitulah. Baru kali ini, sumpah :D
Tapi, aku mau, mau banget malah, dikritik ama kamu. Tentang ejaan, cara penulisan ato apapun yang mungkin masih sering salah. Kamu bener kok, ini semua masalah kebiasaan aja. Makin terbiasa nulis yang benar, makin enak tulisan kita dibaca. Contohnya ga usah dibilang lagi. Ya punyamu ini ;)
*Langsung bookmark di Favourite
Halo, Kak Fanny!
HapusMakasih udah ke rumah literasiku. Duh, komentarnya bikin senyum-senyum sendiri gini. Hihihi.
Ayuk, nanti aku kritik, ya! :D
Sekali lagi terima kasih apresisiasinya buat tulisan ini :)
wah, hebat ya bu guru. pingin sekali-kali ibu jadi guru di kelas b.indo saya. nanti ibu ngajarin eyd dan tips-tips ngeblog lainnya. keren juga ya si yoga sama agung, di kritik terus sampe blognya bagus gitu tulisannya....
BalasHapusJef, gue gak mau jadi guru. Gue mau jadi editor aja biar bisa leluasa ngomelnya. *ehh
HapusAyuk belajaaar! :D
EYD itu emang harus dibiasain biar bisa di terapin dimana aja. But, EYD gue juga masih banyak yang ngaco -_-
BalasHapusAyuk belajar bareng :D
HapusWah, kayaknya gue paling ngeyel, ya? Udah dikasih tau aja masih salah. Hih! :D
BalasHapusEh, ngomong-ngomong, makasih banyak loh, Tiw. Jangan bosen ngajarin gue. :)
Catetan dari gue dibaca bener-bener makanyaaah.
HapusGak bosen, sih, demi bahasa Indonesia <3
Gue salah satu penggemar sastra, termauk Sastra Indonesia. Dan dari situ saya mampu mengambil banyak hal :)
BalasHapusLANJUTKAN!
HapusAmpun, Fik. XD
Hapus-___-
HapusKetawa, ah. XD
HapusKalian...
Hapus*rante satu-satu*
Mbak Tiwi! Aku boleh join kelasnya? *eh
BalasHapusKepingin belajar juga :)
Sini belajar sama-sama :)
HapusSepertinya saya memang harus banyak belajar EYD. Butuh banyak referensi penulisan, terlebih sekarang sedang menghadapi skripsi -__- #curhat
BalasHapusPerbedaan arti orang tua dengan orangtua saja saya baru tahu. Waduh...
Saya buka jasa penyuntingan naskah kok, Kak. Boleh sini skripsinya :p
HapusAsik! Gue jadi terkenalllllll~
BalasHapusWuoooohahaha. Nggak mau komen apa-apa. Cuma mau liat komentarnya Fikri. :))
Germo bajingan :'(
HapusNGAKAK GUE!
HapusHaw ikut-ikut aja. XD
Niat gue awalnya juga sama kayak Yoga, ngeliat ada nggak komentarnya Fikri. :-d
BalasHapusEh iya, dulu gue beberapa kali mampir ke sini gegara lupa penggunaan partikel pun. xD
Terutama yang pengecualian 12 kata yang 'pun'-nya disambung. Sering lupa. Sekalian nanya, kenapa yang 12 itu disambung? Jadi gue nggak repot-repot ngehapal bego kayak gini lagi.
Kalian sekongkol! Hih!
HapusKalo soal kenapanya, sih, gue masih belum tau. Tapi yang jelas memang duabelas kata itu mesti dihapal, gak ada cara lain, Nak. Maafkan, Bunda :/
Kak Tiwiii, aku juga pengin banget belajar menulis yang baik dan benar. Tulisan aku masih kacau banget. :')
BalasHapusJangan bosen-bosen ngasih kritik dan saran ya, Kak. Jangan bosen-bosen sama pertanyaan aku.
Aku sayang Kak Tiwi. Mwah~ :*
Pasti doong, ayuk sama-sama belajar :*
HapusIni cewek pada emot cium-cium. Bikin pengin!
HapusBAPER, NJIR!
HapusAngkat aku jadi muridmu, Tiwi!
BalasHapusSini, Za, sini :*
HapusKritik aku! Kritik aku! Aku suka caramu~ du..du..du...
BalasHapusEhehehe
HapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusLah hahahaha
HapusHeuheu angkat daku jadi muridmu, Kak! Gue juga sering salah dalam menulis. Kadang sering keliru soal penggunaan "Di, Ke, Dari". Mangkanya gue biasa-in diri untuk menerapkan penggunaan EYD serta tanda baca ketika mengirimkan SMS atau sekedar chatting. Boleh minta kontak yang bisa gue hubungin nggak, Kak? Mau nanya-nanya tentang EYD. Hehehe. Soalnya kalau nanya sama bokap yang emang wartawan, susah. Waktunya sering nggak klop. Hubungi gue lewat email ini ya kak: contact@rezaandrian.com. Boleh Line, BBM atau apa aja asal jangan whatsapp. Gue nggak main hehehe.
BalasHapusMakasih sebelumnya kak udah mau sharing!
Line kita udah temenan, btw. Lo gue Line gak balas. Fayn.
HapusApa tidak berpengaruh pada blog jika menulis di ms word lalu di copas ke blog..
BalasHapusNgaruh. Lebih rapi hehehe
HapusKesalahan orang-orang pandai ialah menganggap yang lain bodoh, dan kesalahan orang-orang bodoh ialah menganggap orang lain pandai. - Pramoedya Ananta Toer