Aku ingin menikmati rasa yang sederhana. Sesederhana waktu
yang menjawab harapku dengan hadirnya dia. Dia yang matanya selalu berpendar
indah. Dia yang senyumnya tak henti buatku terpana. Aku inginkan dia untuk
mengiringiku menikmati hari dengan nada cinta. Nada-nada bahagia seperti yang
kudengar mendampingi mereka.
Mendekatkan diri pada seseorang yang kuingin adalah hal yang
melulu membuatku melayang-layang. Menebar imaji di tengah sunyinya malam yang
menghadang. Aku ingin terbang. Bersama mimpi yang—aku tahu—nyata akan
menjemputnya di balik persimpangan.
Rindu itu selalu datang ketika usai kita menumbukkan mata
dalam rasa yang nyata. Begitu dekatnya kita walaupun—mungkin—ini belum apa-apa.
Aku semakin menggila karena satu rasa. Rasa yang semakin hangat ketika kamu
menautkan tangan kita di suatu senja. Indahnya tak pernah dapat membuatku lupa.
Untukmu, inilah senyum paling bahagia yang aku punya. Ketika
kamu pertama kali sebutkan nama di bawah hujan di koridor sekolah. Kita terjebak,
dan di sanalah aku menelaah: tentang kamu yang ternyata semakin berpendar
indah. Kita berbincang tentang cita di sana, tetiba kamu berkata ingin menari
di bawah hujan dan menjamahnya. Aku ternganga di hadapan keajaiban Tuhan yang
selalu kupuja. Kamu memang luar biasa.
Bau tanah lama-lama mulai terasa, inilah dia: seperti aroma
cinta yang saat itu sedang kurasa. Dalam balut rintik hujan yang tersisa, aku
kembali tersenyum sendiri sehingga membuatmu bertanya-tanya. Ah, aku terlalu
pemalu untuk mengungkap semuanya. Maka diam adalah jawaban paling benar yang
dapat kuberikan.
Itulah awal di mana kita menemukan kita. Kita yang belum
terikat apa-apa namun telah saling memiliki sesuatu yang sama di dalam dada.
Ah, cinta. Hari-hari kita lewati bukan hanya dengan saling bertegur sapa, tapi
lebih dari sekadar mengucapkan selamat atas pagi, siang dan malam. Kita adalah
kata yang indah yang pernah terbentuk di antara kita.
Photo Source : Google |
Aku tahu, kepedihan ini tak dapat aku pungkiri lagi. Jelas saja,
kita sudah sedekat ini! Dan kemudian tetiba kita harus menjauhi satu sama lain?
Ah, ini terlalu pahit untuk kujalani. Memang, kita masih belum apa-apa—mungkin—jika
dibandingkan dengan mereka, namun aku jelas saja berharap banyak pada tiap
detik kerenyahan dari tawa yang ada. Mengapa?
Masih belum dapat kuterima pertentangan yang ternyata hampir
membuatku kembali mati rasa. Mama, aku inginkan dia. Dia yang membuat senyumku
semakin menggebu pada tiap detik dia menatapku. Aku inginkan dia yang tanpa
disadarinya selalu mengiringiku dengan melodi rindu pada tiap aku harus berpisah
dengan sosoknya yang begitu menampakkan ceria.
Pilu, mengapa kamu harus datang padaku? Bisakah sejenak kamu
tinggalkan kami yang ingin bersama dalam indahnya kasih yang nyata? Aku tahu,
sebentar lagi dia pasti akan bicara. Iya, tentang lebih memperjelas hubungan
kami agar tidak lagi mengawang-awang. Namun nyatanya, masalah memang sering
datang tanpa kenal lelah. Dia merombak imaji yang telah amat sempurna di
kepala.
Hati, bersabar saja. Anggaplah ini untuk mama tercinta. Mereka
bilang, “semua akan indah pada waktunya.” Mungkin kali ini, aku wajib untuk
percaya. Ya setidaknya, agar penyakit hati tak melulu menjelma luka dan
membayang-bayangi langkah. Aku memang ingin seperti mereka yang indahnya nyata.
Tapi mungkin, ini adalah keindahan lain yang dikemas Tuhan dengan cara yang
berbeda.
Hey, Kamu! Jangan anggap ini belenggu. Aku tahu, kita
mungkin sama-sama ragu untuk menjauh. Tapi kita juga sama-sama tahu bahwa kita
telah menjadi satu. Satu mungkin memang tak melulu harus bersatu. Satu mungkin
memang perlu diiringi dengan sembilu. Iya, ini hanya masalah waktu.
Aku tahu, mama pasti akan mengangguk setuju ketika kita telah
sama-sama beranjak dari persimpangan itu. Persimpangan yang pertemukan kita di
bawah hujan dan aroma tanah yang mengagumkan. Aku tahu, kamu akan menungguku. Semoga
saja ini bukan hanya sekadar harap semu. Aku masih tak ingin luka lain menganga
karena teriris kembali oleh sembilu.
Kamu, bolehkah untuk terakhir kuubah namamu menjadi: Sayangku?
Terima kasih untuk segala sesuatu atasmu. Sayangku, I love you!
***
Tulisan di atas sedang diikutkan ke dalam tantangan #narasijomblo dari @KampusFiksi yaitu membuat tulisan sepanjang 666 kata tentang seorang jomblo yang ingin sekali memiliki kekasih namun nyatanya orangtua berkata lain. Tulisan dadakan ini dibuat dalam waktu kurang lebih setengah jam, semoga bisa berkenan di hati para penilai dari @KampusFiksi. Sebelumnya, saya ucapkan terima kasih :)
Salam Cinta,
Pertiwi Yuliana
14 komentar
Wih keren banget setengah jam bisa 666 kata. Goodluck untuk kampus fiksinya tiw!
BalasHapusAlhamdulillahnya sih selesai, Di hahaa
HapusSumpah bukan pengalaman pribadi kok, cuma lagi enak aja nulisnya walaupun berantakan kata-katanya akakak
Wukeeee makasih, Adi! :)
setengah jam doang. ngebut banget ya.
BalasHapustapi akibatnya jadi kurang dapet makna ceritanya.
goodluck buat lombanya ya
Iya, masalah kuota. Derita mahasiswa merangkap fakir wifi ya begini, libur kuliah jadi merana :(
Hapus*Curhat, Tiw?*
Hai, postingan yg keren! Numpang mampir ya, ada info lomba blog keren nih http://pujaputri.blogspot.com/2014/01/dumet-school-tempat-paling-tepat-untuk.html Hadiahnya lumayan loh, enjoyed!:)
BalasHapusThanks! :)
Hapusklo gw setengah jam paling cuma 5kalimat :)
BalasHapusini juga entah ada angin apa bisa nulis cepet hahaha biasanya satu kalimat semedinya satu jam :p
HapusGila! 30 mnt bisa sebanyak itu.Otaknya di peras yah? biar bisa menghasilkan kata sebanyak itu, hehe
BalasHapusengga kok hahaha jarinya lagi pengen ngetik kayaknya :p
Hapuskeren kak wi :)
BalasHapusMakasih, Kak Uci! :)
Hapusmmm...kurang mantep dikit tiw, masih agak ngambang gitu.. tapi bagus kok.. :D buat ukuran 30menit bikin ya ini udah bagus banget..
BalasHapusIyak, ngambang... yasudahlah hahaha
HapusKesalahan orang-orang pandai ialah menganggap yang lain bodoh, dan kesalahan orang-orang bodoh ialah menganggap orang lain pandai. - Pramoedya Ananta Toer