Lagi. Dalam selembar surat
malu-malu yang sampai di tangkanku, kamu mengungkap isi hatimu. Kembali
mengawinkan ketakjuban dan keheranan dalam diriku. Kamu memang tetap kamu, kamu
yang terlalu angkuh untuk berada di bawahku. Ya, nyatanya kamu selalu menggilai
hormat dari mereka yang harusnya ditujukan padaku. Kamu tahu, aku tahu, ini
bukan saat yang tepat untuk membicarakan rasa itu. Kamu, tulisanmu, suratmu,
berakhir sama dengan kumpulan sampah yang tak berharga di sana.
Kini sendu mengisi harimu, mengoyak cemburu yang perlahan mengisi jejak-jejak bisu. Kamu bertaruh untuk aku dan ketidakjelasan rasaku akan kamu. Bawah dagumu, lehermu, saksi bisu kepahlawananmu atas apa yang samar terbelenggu. Entah, namun kamu dan egomu yang terlalu memang selalu menjadi sasaran empuk akan kemunafikan saat itu.
Kemudian kamu menjebak aku, dalam
ruang bisu yang di dalamnya hanya ada aku dan kamu. Riak-riak keingintahuan
menggema dari jendela itu, menyembulkan satu persatu kepala-kepala yang tak
sabar mengumbar cerita tentang aku dan kamu. Kita memang pasangan yang selalu
memuncakkan rasa ingin tahu, sepertinya. Tapi, aku tetap aku. Masih belum
waktunya untuk membuka hati hanya karena sesaatnya sebuah emosi.
Photo source : Google |
Kamu genggam tanganku, yakinkan
aku akan rasa yang kau bilang tulus. Lalu apa? Tak juga mampu, bukan, untuk
memenangkan hatiku? Aku tak semudah itu, nyatanya. Setelah itu kamu manjakan
aku, berusaha membuat es itu luluh. Ah, kamu cukup lihai memainkan itu. Iya,
aku tergoda untuk mengiyakan pertanyaanmu.
Namun, kurasa sembilu tetap saja
mengiringi aku. Kita terpisah jauh demi kelangsungan pendidikan yang kita mau. Suatu
hari aku temui kamu: bersamanya. Dengan hanya melempar sebuah senyum tanpa
kata, kamu melewatkan aku dan pergi bersamanya. Oh, hanya sebatas itu rasamu
yang kau bilang indah? Ah, aku tak percaya.
Sejak kali itu kita diam tanpa
kata. Hubungan itu pun otomatis berakhir tanpa diminta. Kurasa, sudah jelas
semuanya. Jujur saja, melupakan bayangmu adalah luka. Namun, aku tahu bahwa aku
bisa. Iya, walaupun dengan waktu yang cukup lama. Hm... sangat lama. Terima kasih
untuk segalanya. Luka di lehermu itu tak akan kulupa.
Inspired by: AWM
16 komentar
Sepertinya twit =» RT @prtiwiyuliana Aku sayang kamu. Kamu sayang dia. Ya, seengganya kita sama-sama sayang. #eeeh #salahquote @Warung_Blogger -_-"
BalasHapusDuh, Om......
HapusWihi akhirnya update lagi. Ini dari hati ya, wi?
BalasHapusSumpah ini retoris.....
HapusSi Tiwtiw tulisan berat mulu, seberat tronton, otak gue nggak sampe -..-
BalasHapus*numpang ketawa* wallalaa
HapusDieq, lebay, Dieq hahaha
HapusMiftaah, jangan nakal :p
Hapuswow suka sastra ya tiwi.
BalasHapusMahasiswi sastra Indonesia, Kak :)
Hapusini toh blogger spesialis LDR :)
BalasHapusOm Yandhi, sebutannya gak enak banget -____-
Hapus:'33 Kak ntiww... :''333333
BalasHapusIya, Emiiip :3
HapusWuih.... Kata-katanya super sekali. *Tepuk tangan*
BalasHapusWahahaha Thanks, Bro! :D
HapusKesalahan orang-orang pandai ialah menganggap yang lain bodoh, dan kesalahan orang-orang bodoh ialah menganggap orang lain pandai. - Pramoedya Ananta Toer