Selalu ada yang bernyanyi dan berelegi di balik awan hitam
Semoga ada yang menerangi sisi gelap ini
Menanti seperti pelangi setia menunggu hujan reda
Aku selalu suka sehabis hujan hujan di bulan Desember
di bulan Desember
(Efek Rumah Kaca – Desember)
Hujan. Katanya, setiap orang
punya kesan tersendiri mengenai hujan. Baik suka maupun duka, hujan sedemikian
bermakna. Dan hujan kali itu membuat mata saya tertumbuk tak henti-hentinya
pada kaca pintu commuter line yang
begitu padat.
Di sana hadir garis-garis
vertikal dari bulir hujan yang memainkan kesenduan di hati saya. Dalam
kesesakan begitu banyak orang yang masing-masing sibuk dengan urusannya, saya
lebih dan lebih lagi merasa terkungkung karenanya. Bagaimana tidak? Peluang
pergerakan yang begitu sempit bahkan tidak membiarkan saya untuk dapat meraih
pegangan tangan yang tepat berada di atas kepala.
Di minggu sebelumnya, seseorang
begitu sukses membuat saya iri habis-habisan karena berhasil bertemu dengan
penulis favorit saya, Djenar Maesa Ayu, dalam event nonton bareng film Nay
di JAFF. Namun ternyata, Semesta masih berbaik hati kepada saya dan memberikan
saya wadah lain untuk menumpahkan keirian saya dengan datangnya informasi event yang serupa tapi tak sama.
PINK?
Sebelumnya, saya belum pernah
sama sekali mendengar judul film tersebut. Apalagi, saya bukan termasuk perempuan
pencinta warna merah jambu. Jadi, apa yang membuat saya tertarik dan merasa
harus menghadiri acara tersebut? Yap!
DISKUSI RAPE CULTURE DAN WOMEN’S
SEXUAL CONSENT ISSUE
Masalah krusial yang tak kunjung
mendapatkan tempat di hati masyarakat dominan. Terlalu banyak pertanyaan, atau
bahkan kritik dan pengajuan keberatan, di balik hal-hal yang selalu dianggap
biasa olehnya. Namun, kuasa tetap dipegang oleh pengabaian. Apalagi kalau bukan
memprihatinkan?
Peradaban semu bersembunyi di
balik suara-suara lantang mengenai emansipasi yang nyatanya masih merupakan
sebuah konstruksi dari kaum patriarki. Alhasil? Kesetaraan gender masih begitu
jauh dari kata adil. Sedih? Sudah pasti.
Lebih dari seratus orang dari
kalangan mahasiswa, aktivis perempuan, aktivis kemanusiaan, akademisi, seniman,
dan masih banyak lagi hadir di Auditorium Gedung Komunikasi, FISIP, Universitas
Indonesia. Lalu saya? Saya hanyalah golongan lainnya yang merasa resah dengan
adab yang tak teradab. Merasa harus berada di antaranya. Merasa bertanggungjawab
untuk kemudian menyuarakan cacatnya konstruksi sosial kita.
Oke, sebelumnya: apa yang selalu
kita bayangkan dari film India? Taman bunga? Pilar-pilar? Nyanyian? Tarian?
Jika bayangan kita mengenai film India melulu berpatok pada Kuch Kuch Hota Hai atau Kabhi Kushi Kabhi Gham, maka PINK menyajikan hal yang benar-benar
lain. Hal-hal yang seringkali dianggap wajib ada di dalam film India tetiba
lenyap. Kecuali inspektur Vijay. Yha.
Eksistensi yang begitu luar biasa.
PINK: Gaung yang Termarjinalkan
Penyajian film India yang pada
umumnya terkesan colorful ditebas
habis dengan hadirnya PINK. Suasana
yang “dark” begitu terasa di sini. Apalagi
dengan pengambilan latar tempat yang dominan di ruang pengadilan membuat
ketegangan-ketegangan muncul tanpa henti. Sejujurnya, adegan-adegan di sini
membuat saya cukup pedih. Sebab, bukanlah suatu hal yang mudah, pasti.
Fitnah yang dilakukan oleh Rajveer
dkk setelah melakukan serangkaian pelecehan seksual kepada Minal dkk membuat
para perempuan ini benar-benar berada di posisi yang tersudut. Kekuasaan dari
kaum laki-laki yang telah dikonstruksi oleh masyarakat dan keberadaan norma
yang berlaku di dalamnya membuat mereka sulit untuk bergerak. Kalau kata Raisa,
serba salah.
Diam, jelas bukan solusi yang
tepat. Namun berbicara, di depan puluhan pasang mata di pengadilan, sama dengan
membenturkan diri pada begitu banyak ketakutan. Bagaimana tidak? Sebab mereka
tidak memberi ruang kepada para perempuan tersebut untuk dipercaya. Miris, ya? Praduga
tak bersalah seakan lenyap entah ke mana. Intimidasi terus menghunjam tanpa
lelah.
Perempuan butuh ruang.
Pada kehidupan yang sebenarnya,
seringkali kita menemukan ketidakpercayaan yang dilancarkan secara halus oleh
pihak-pihak tertentu kepada perempuan karena adanya asumsi bahwa semuanya
baik-baik saja. Padahal? Sama sekali tidak. Bahkan di dalam sebuah diskusi
mengenai pelecehan seksual terhadap perempuan pun tak jarang kita dengar
kalimat, “Saya yakin pasti yang ada di sini gak pernah mengalami hal demikian.”
EALAH TELEK PITIQ! Kalimat tersebut
secara tidak langsung sudah membungkam kaum perempuan untuk mengungkapkan fakta
yang ada. Padahal, pelecehan terhadap perempuan banyak sekali terjadi di
mana-mana. Bahkan yang dibilang sekadar catcall
pun merupakan pelecehan secara verbal terhadap perempuan.
Perempuan dan ruang pribadinya
diungkapkan secara apik oleh Virginia Woolf di dalam bukunya yang berjudul A Room of One’s Own. Secara tradisional,
perempuan adalah sosok yang tidak independen dengan menjadi milik keluarga atau
kelompok, bukan milik dirinya sendiri. Di sinilah sebetulnya ruang pribadi
untuk perempuan dibutuhkan, sebagai suatu realitas maupun perlambang/simbol. Perempuan
butuh mengundurkan diri dari “dunia” selama beberapa saat. Untuk mengembangkan
dirinya. Untuk lebih mencintai dirinya. Namun sayang, terlalu banyak dari
mereka yang tidak mengizinkan perempuan mendapatkan hal demikian karena
ketidakpercayaannya kepada perempuan.
Jangan hilang kesadaran seperti ini. |
Laki-laki baru.
Sosok laki-laki baru di dalam
film PINK ini bisa kita saksikan di
dalam tokoh Deepak Sehgal yang diperankan oleh Amitabh Bachchan. Aktor senior yang
pamornya sudah tak perlu dipertanyakan lagi ini menjadi satu sosok yang paling
memukau bagi saya. Pensiunan pengacara yang mengidap bipolar disorder ini menjadi satu-satunya saksi yang melihat
bagaimana Rajveer dkk menculik Minal setelah Minal melakukan pemberontakan dari
pelecehan yang dilakukan Rajveer di sebuah pesta. Namun, di sinilah letak
kekecewaan saya. Hal yang bagi saya merupakan hal penting, penculikan Minal dan
pelecehan yang terjadi di dalam mobil, tidak dibahas sama sekali di pengadilan.
Kecewa? Sempat, sih. Apalagi
dengan cara Sehgal yang akhirnya memutuskan untuk kembali ke dunianya dan
menjadi pembela Minal dkk. Bikin gemash!
Pokoknya geregetan. Saat di mana pengacara kubu lawan dengan gencar
mengintimidasi kliennya dengan pertanyaan-pertanyaan yang apalah-apalah, Sehgal
tetap kalem tanpa perlawanan. Kliennya jelas tampak kesal.
Satu-satunya orang yang tampak
jelas berada di pihak perempuan untuk membela mereka di tengah kungkungan
keadaan yang begitu pelik tersebut mengungkapkan satu argumen yang sukses
membuat mata saya berkaca-kaca:
Tidak artinya tidak. Tidak bukan sekadar kata, ia merupakan sebuah
kalimat lengkap yang tidak membutuhkan kalimat lebih lanjut. Para lelaki harus
mengerti, siapa pun perempuan yang mengatakannya, apakah perempuan itu seorang
kenalan, teman, kekasih, pekerja seks, atau bahkan istri sendiri, tidak berarti
tidak. Ketika seorang perempuan mengatakannya, maka kita harus menghentikan
perbuatan kita. – Deepak Sehgal.
Sosok laki-laki baru yang lain
muncul di hadapan saya. Walaupun bukan dalam wujud nyata, saya merasa terenyuh
dengan pembelaannya. Selama hidup saya, saya baru mengenal dua orang laki-laki
baru yang benar-benar luar biasa, dosen pembimbing dan kekasih saya. Saya
begitu bangga diberikan kesempatan untuk mengenal keduanya. Apalagi, jika
jumlah laki-laki baru di lingkaran kehidupan saya dapat kian bertambah.
Frasa laki-laki baru yang sedari
tadi saya sebutkan merujuk pada satu kelompok yang dianggap selalu diuntungkan
dalam budaya patriarki, yaitu laki-laki. Namun laki-laki baru ini memiliki
kesadaran yang lain yang muncul dari refleksi bahwa budaya patriarki membawa
dampak negatif bagi laki-laki sendiri. Konstruksi kelelakian, atau yang sering
dikenal dengan maskulinitas, yang diandaikan oleh budaya patriarki ternyata
melahirkan budaya hirarki di kalangan laki-laki sendiri. Dan pada akhirnya,
laki-laki menyadari bahwa hirarki itu menimbulkan ketidakadilan dan penindasan
laki-laki atas laki-laki lainnya.
“Laki-laki tidak bisa menjadi
bagian dari solusi jika laki-laki belum menyadari bahwa laki-laki adalah bagian
dari persoalan.” – Nur Iman Subono, pengajar Ilmu Politik dan Kajian Gender,
Universitas Indonesia.
Cewek selalu benar.
Seringkali laki-laki dari
golongan dominan menganggap bahwa mereka telah memberi ruang kepada perempuan
untuk “dipercaya” dengan melontarkan kalimat tersebut. Padahal, kepercayaan yang
diberikan hanyalah sekadar kesemuan yang diolah sedemikian rupa. Mengapa? Karena
mereka secara langsung maupun tidak langsung tetap menempatkan perempuan pada
posisi yang lemah. Posisi di mana mereka tidak bisa berdiri di atas kakinya
sendiri sehingga butuh kalimat tersebut untuk menopang kebangkitannya.
Perihnya, bukan hanya laki-laki
dominan yang seringkali mengeluarkan kalimat tersebut. Namun juga mereka dari
kelompok perempuan yang masih dikuasai jajahan patriarki. Dengan bangga mereka
mengatakan, “Cewek selalu benar!” dan kemudian merasa menang. Kemenangan atas
apa? Konstruksi sosial yang terus-menerus membuahkan kebodohan yang timpang?
“Perempuan tidak boleh membiarkan
dirinya diitimidasi oleh masa lalu karena dalam bidang ini, sebagaimana di
semua bidang lain, masa lalu tak pernah dapat berdusta pada masa depan.” – Simone de Beauvoir, dalam esai berjudul Perempuan dan Kreativitas.
Dari film PINK ini kita dapat sama-sama mempelajari bahwa bukan hanya pihak
perempuan yang harus disadarkan untuk melakukan self-defense, tetapi juga pihak laki-laki yang harus lebih
menghargai perihal kata “tidak” yang yang dilontarkan oleh perempuan. Sejatinya
perihal ini akan tampak begitu sederhana. Namun dalam praktiknya? Apa kegetiran
dari sebuah senyum masih bisa menjadi jawaban?
Sampai nanti ketika hujan tak lagi meneteskan duka meretas luka
Sampai hujan memulihkan luka
Seperti apa yang dilantunkan oleh
Cholil yang melulu saya dengarkan, ada saat di mana keadaan yang menyesakkan
itu dapat pulih kembali. Tentunya tidak secara simsalabim, maka itu kesadaran kita untuk mengubah dan berontak
dari ketidakadilan akan sangat diperlukan. Bukan hanya untuk perempuan, tapi
laki-laki juga termasuk dalam hitungan.
Laki-laki dan perempuan. Berjalan
bersama-sama dan menghirup udara sampai embus napas terasa jauh lebih lega. Seperti
yang saya rasakan sekarang. Mungkin, saya tidak mendapat kesempatan untuk
menggerakkan tangan saya dan menggapai pegangan dalam commuter line yang berada tepat di atas kepala karena kesesakan
sekeliling saya. Namun saya masih diberi kesempatan untuk merasakan bebasnya
menjadi perempuan tanpa kungkungan yang teramat pelik, paling tidak dalam
hubungan saya dan kekasih saya saat ini.
Jadi, siapkah kamu menjadi orang-orang
baru yang menyadari kesalahan patriarki?
Salam sayang,
Pertiwi Yuliana
104 komentar
Kalau disandingkan dengan tulisanku, kelihatan ada polanya, ya? Padahal gak sengaja. Hahahaha
BalasHapusPembawaan kalem gitu. Mana yang katanya galak? Jauh lebih anarki akulah. :p
Di samping itu saya setuju sama kamu. Perempuan perlu melek dengan hal-hal demikian. Pada titik itulah saya mulai menperhatikanmu. Hingga sampai saat ini mata saya tak bisa menangkap yang lain.
Ah mbuh banget kalo dianuinnya sama tulisanmu mah. Mirip njir, kampret hahaha
HapusLha ya tulisanku mah kalem, kepribadianku yang sangar. Coba di dunia nyata, galak siapa? Aku~
Alhamdulillah yah ada yang nebar cinta di kolom komentarku. Bahagia deh. :')
Sempet-sempetnya ngegombal. #SelaluAdaCelah
HapusIlham emang gitu~
Hapus#selaluadacelah
Hapus#CelahBisaDiciptakan
Hapus#DimanaAdaKemauanDiSituAdaCelah
Hapus#CelahSempit
Hapus#BanyakYangNyelipDiCelahku
HapusBangke ngakak! BHAHAHAK
HapusBaru liat ini dan ngakak mahaha
HapusAroma feminisme dalam tulisanmu kental sekali.
BalasHapusMaaf kalau boleh berpendapat. Dalam ajaran agama Islam, feminisme dan kesetaraan gender itu tidak dikenal. Adanya, menempatkan segala sesuatu pada tempatnya alias adil. Dalam hubungannya antara perempuan dan laki-laki, maka harus diletakkan ditempat yg tepat. Sudah kodratnya laki-laki melindungi wanita. Dan laki-laki yang baik pasti menjaga wanitanya dengan sebaik-baiknya. Bahkan menjadikan seorang wanita sebagai ratu.
Tapi juga, wanita tidak boleh berlaku sewenang-wenang alias seenaknya dhewe. Tidak sedikit wanita yang jadi korban laki-laki karena si wanitanya sendiri berperilaku atau berpakaian yang "mengundang" laki-laki untuk berlaku tidak sopan. Kalau sudah begitu, introspeksi diri saja.
Saya punya argumen lain untuk menjawab ini. Mungkin di post selanjutnya ya.
Hapuslho? ini gimana ya tiw heuheuheuuu
HapusNanti kubahas lagi, Njus, buat jawab yang ini. InsyaAllah. Cari bahan lebih banyak dulu.
HapusSalah satu hal baru yg bisa gue petik adalah...
BalasHapusTiwi udah pacaran lagi ...
Jangan terlalu sibuk sama personel jeketi makanya biar tau kabar temennya kek apa :(
HapusSatu kata pertama untuk tulisan ini. Setuju.
BalasHapusSudah saatnya perempuan sadar dan mulai "menghargai" dirinya sendiri. Btw, itu yg skrinsutan chat rasanya ku ingin gampar cowok yg ngomong begitu. Hhmm
Terus buka mata, supaya masa depan kita selamat. :)
HapusAYOK GAMPARIN!
Terkadang aku suka kesal dg beberapa cewek yg ingin dispesialkan, tapi tanpa mereka sadari mereka sdg dijajah.
BalasHapusBtw, aku suka kalimatnya Deepak Seghal tentang kata "tidak".
Itu kaum-kaum jadi-tuan-putri-lebih-enak, jadi bodo amat walaupun secara konstruksi mereka dijajah. Sedih. :(
HapusYap, Sehgal warbiyasak!
Sama kayak di atas. Aku juga suka sama kalimat tentang kata "tidak." Menunjukkan bahwa laki-laki harusnya menghargai keputusan wanita, perkataaan wanita. Dan jangan memaksakan kehendak kepada wanita.
BalasHapusNice review, Tiw. Anggapan cewek selalu benar dikupas di sini sementara di blog Ilham bijingek mengupas cowok selalu salah. Btw aku nggak ada kepikiran kalau ini film India. Keren deh! :D
Aku juga tadinya gak percaya ini film India hahaha tapi beneran. Kunonton film India dengan english subtitle. Hamdalah masih paham wkwkwk.
HapusArgumen Sehgal yang itu memang ngelekit banget, bikin melek banget. Dan cowok-cowok serasa wajib banget nonton ini biar lebih paham.
Oiya, kalimat "cewek selalu benar" di sini dan "cowok selalu salah" di blog Ilham itu benar-benar gak janjian, lho. Kebetulan banget wkwkwk
sekarang mah cewek yang bilang cwek tu slalu benar dan cowok tuh slalu salah, kebanyakan cewek yg ngomong gini cewek alay. itu menurutku yah.
BalasHapuskalo cerita yg di screenshoot itu.. kasian abang bengkelnya :'(( gw rasa si istrinya gengsi, padahal yg membuat dia sukses ke puncak itu suaminya. kenapa gk membangun saling mengisi kekurangan n kelibhan masing2 sik. eh. kok gue jadi terbawa suasana ya hehehe.
Apaan, gue masih nemu kok cowok-cowok yang bilang gitu. Itulah sebabnya gue masukin kalimat itu ke dalam tulisan ini, karena ada cowok-cowok yang menggadang-gadangkan kalimat tersebut.
HapusLebih alay mana sama yang upload foto ke IG pake #lfl #fff #u1, Lam? Wakakakak XD
Ah elo mah fokusnya ke situ bukan ke isi chat orang-orangnya :/
TULISAN YANG BERKELAS DARI SEORANG PERTWI YULIANA!
BalasHapusEntah kapan saya bisa menulis dengan kutipan2 orang hebat dan dengan kata2 yg ilmiah kyak tulisan diatas. Klo saya baca tulisan ini, saya juga lngsung ingat dngan gaya bahasa ilham, klo dbnding2kan dengan tulisan nya ilham, tulisan kalian agak2 mirip loh.
Brbicara tntang isu feminisme dan pemikiran2 patriarki, saya masih belum bisa brbicara bnyak. Referensi saya tntang isu patriarki dan emansipasi ini masih sangat dangkal.
Trakhir, saya mau brtanya, sebenarnya yg dimaksud "TELEK PITIQ!" itu apa? prasaan sya juga mmbacanya di tulisannya ilham yg mngulas tntang film Nay...
Iya, mirip ya sama Ilham hahaha
HapusUntuk bagian masuk-masukin adegan yang ada di filmnya, kubelajar banyak dari Ilham. Selebihnya, pola tulisan kami memang mirip ternyata.
Kedangkalan yang kamu sebutkan bisa diperalam, Rey. Kami butuh dukungan hacker sepertimu untuk mengubah peradaban. :)
BHAHAHA TELEK PITIQ ADALAH SEBUAH KENISCAYAAN YANG HARUS KAMU PERCAYA!
aku setuju denganmu, tulisan apik
BalasHapusTerima kasih, Mbak :)
Hapuscewek selalu benar
BalasHapus#argh........
Oposeeh -_-
HapusKayanya film PINK ini terinspirasi dari beberapa kasus perkosaan di India yg beberapa waktu lalu gempar ya.
BalasHapusKalo nggak salah, kasus-kasus itu sampe sekarang masih menyisakan pilu, karena pelakunya nggak dihukum sesuai.
Artikelmu ciamik beut, wi. Haha
Iyakah? Wah, aku malah gak tau ini. Kuharus cari tau lagi berarti. Terima kasih informasinya, Mas. :)
HapusMakasih sudah menyempatkan diri membaca ini, Mas. Semoga bermanfaat. :)
Aku suka tulisanmu, cara membahasmu, dan aku ingin nonton itu film PINK!
BalasHapusTerima kasih, Tiw. Tonton, wajib! Bagus banget :')
HapusKadang bingung, cewek minta kesetaraan gender tapi kadang malah jadiin 'kelemahannya' sebagai tameng dan akhirnya bentuk pola pikir bahwa cewek itu mahluk lemah. Misalnya aja cewek nyuruh cowok angkat harga diri bangsa, oke bukan, angkat lemari, lalu sambil dibilangin, "masa cowok kok gak kuat? Kayak cewek aja. Pake rok aja sana!"
BalasHapusSedangkan di sisi lain pas cowok yang ngomong gitu ke cowok lainnya malah jadinya "merendahkan" cewek.
Btw, nice post. Lain kali bahas lebih dalam pandanganmu soal catcall, mumpung lagi hangat isunya, siapatau pejwan. :))
NOTED!
HapusNanti kucoba bahas ya, Yog. Aku semedi lagi dulu.
Iya memang gak kupungkiri kok kalau perempuan juga sering menempatkan diri mereka sendiri pada posisi yang lemah. Makanya kuberikan kutipan Simone itu. :(
Iyaaa cowok juga jadi korban stereotipe termasuk yg disampaikan Kak Yoga :'
HapusSiap nanti kucoba ulas, cari bahan dulu yaa :')
HapusKupikir perempuan yang memang membaca feminis, tidak akan mengatakan hal itu, kok, Yog.
HapusBahkan jika memang ada kejadian aku gak kuat ngangkat lemari, setidaknya ada satu perempuan yang gak akan ngatain kayak gitu. Tentu yang kumaksud adalah Tiwi. Bagiku, itu cukup. :))
Kok manis banget sih, Ham? Muahaha
HapusCara menulis dan menyusun kalimat mengingatkan saya sama seseorang di masa lalu. Ah sudahlah.
BalasHapusLha kok baper? :(
Hapusulasan mu mbak, apik sangat, daleeeem ajah
BalasHapusMakasih, Mbak hehehe
HapusPost lagiiii yang kayak gini, meski bingung mau jawab apa, seenggaknya ada ilmu feminisme yang baru :')
BalasHapusDi sini banyak tulisan yang berbau feminis kok, Meg. Muehehe. Dan setelah ini kayaknya akan lebih banyak lagi. Doakan saja banyak bahan ehehe.
HapusGue setuju tuh sama yang "Katakan tidak!"
BalasHapusYa, tidak pada narkoba. Tatoan tapi gak pakai narkobaaaaaahhhh~ *dengan menirukan suara Awkarin mendesah* Wahaha. Apaaan!
Hal kayak gitu udah jadi kebiasaan sejak lama yang selalu dibawa-bawa sampai saat ini, ya. Apalagi tentang patriarki. Cowok yang harus ngomong duluan, cewek harus nunggu. Halah titit kambing.
Fans awk!
HapusYha, berkat konstruksi sosial. :)
tiw... bahas kaya gini itu sensitif ya..heuheu
BalasHapusbelum kalo entar komentarnya cewe jadi seenake dewe, heuheu, aku jadi emosi heuheu, aku ga isa komen banyak tiw, aku nangis dulu ya..
He em, sensitif banget. Padahal hanya ingin memanusiakan manusia. Ya, itu kayak yang di atas tadi, dianggap melenceng hehehe tapi kurasa, ya, harus tetap digaungkan.
HapusYah, Njus, jangan nangis :(
Saya pikir Tiwi itu Rido Arbain versi cewek. Tapi setelah baca ini, fix kamu Ilham Bacha versi cewek.
BalasHapusBhahaha akhirnya kamu sadar, Ris. :3
HapusDi luar beberapa adegan film yang diceritakan, lalu kemudian jadi spoiler, tulisan ini ciamik betul.
BalasHapusSetiap kali membahas penyetaraan, pengakuan, hormat menghormati, bagaimanapun akan selalu menghadirkan bahasan lanjut yang tidak akan pernah selesai. Panjang dan bobot diskusi yang hadir tergantung dari objektivitas pelaku diskusi.
Tapi untuk saya pribadi, tulisan ini, sudah sangat mewakili apa yang saya pikirkan. Kita berada dalam lajur yang sama.
Beberapa poin yang menjadi highlight saya.
1. Pernyataan tidak.
2. Biadabnya rangkaian percakapan yg disematkan.
3. Mesranya tiwi-ilham di kolom komentar.
Wi, serius. Saya ingin bisa menulis seperti ini.
Review film pertama, belajar dari Ilham hahaha
HapusPro dan kontra sepertinya memang akan terus hadir untuk persoalan ini jika pentingnya kesetaraan masih terus dipinggirkan oleh orang-orang yang enggan membuka pikiran dan melihat keadaan sekitar. Tapi, ya, kalau gak disuarakan lewat orang-orang yang sudah sadar, bisa jadi lebih terpuruk nasibnya kan? Hehehe.
ITU HIGHLIGHT YANG NOMOR TIGA LUAR BIASA, YA HAHAHA
Menulislah, Om Dhik. Suarakan!
Keren ka bahasannya kalem banget. pengen banget bisa belajar nulis kaya gitu
BalasHapusYAH! PENGUATAN TIWI KALEM. MAKASIH YHA HAHAHA!
HapusHayuk lebih banyak lagi nulisnya :3
Komen dulu. Baca nanti. Scroolnya jauh amat buat komen. Tumben nulisnya panjang. Good.
BalasHapusKarena ini bukan iklan, karena ini adalah keresahan yang nyata. Yha.
HapusMampir kmari ada yang ganti keknya, Iya..headernya
BalasHapusHmm pink takkirain ada hubungannya ama cancer, soalnya kan simbol cancer pita pink, ternyata film india tah wuahahhahahah
Akhir2 ini misuaku hobi tu nonton india, owalah ternyata temanya cukup berat juga yes, tapi kmaren yang ditonton bukan ini sih, klo ga salah yang hampir samaan juga cuma bukan judul ini. Ceritanya cewek sd nyiram air keras ke muka preman yang ngolok2 kakak perempuan yag digodanya dan si preman itu nyirem air keras juga ke kakakknya, trus si anak sd itu dipenjara gitu2
Headernya udah lama kok itu, Mbak muehehe
HapusHoalah, kok kasian sih dedek SD-nya? :(
Duh ini yang dibahas kok rasanya berat banget yah? Otak gw serasa gak nyampe. Btw bagus sih ulasannya.
BalasHapusSedih sih ini :(
HapusTapi makasih, ya. :)
Aah Tiw!
BalasHapusAku ingin melontarkan makian karena tulisan ini keren. Rangkap saja kali ya, sama tulisan bang Ilham di sini. Kalian berdua *kata kasar*!!!
Kalau baca ini, jadi inget kasus-kasus yang heboh di tv, dan status-status yang saling menyalahkan antar gender. Teriris.
Tidak tahu mau komentar apa lagi. Pokoknya *kata kasar*!!!
Gak usah disensor-sensor gapapa, Mif, di sini hehehe
HapusTerima kasih, ayo lebih peduli. :)
wah bakal tayang di ANTV ini hhe wkwkk
BalasHapusKalo gak baca gak usah komen dah :))
HapusSepertinya ini cukup membuktikan bahwa Tiwi seorang aktifis feminisme. Hahaha..
BalasHapusPemikiran gua mirip Yoga Tjahya dan Rimutho di atas. Ditunggu tanggapannya, Tiw. :)
Iya, kutau kok kecenderungan lo ke mana muehehe
HapusNanti ya gue kumpulin bahan-bahannya dulu. Kalo udah gue kabarin~
Dari hari ke hari tingkat pelecehan seksual makin tinggi yah.. jadi serem mau jalan sendirian ke sana-sini. Gak berani pulang malem. jaman makin gila. bapak kandung aja banyak yang perkosa anaknya sendiri. iblis merajalela. ketawa puas liat kelakuan manusia jaman sekarang. bakalan punya banyak pengikut di neraka nanti...
BalasHapus._.
Aku kok merinding baca ini? Muahaha tapi bener, sih. :(
Hapusnice info gan
BalasHapustrims.
Ya saya gan kok, ganteng. Yaa~
HapusAku betah banget bacanya sampe ending mbak Tiwi.
BalasHapusNgalir gitu aja ttg rulisan ini.
Kukira awalnya Pink ini termasuk film Indo, trnyata India yaa.. hhee
Quuote tentang "tidak" suka pake banget.
Tema yg diangkat di film ini nggak akan ada abisnya tentunyaa,
India dan subtitle bahasa Inggris, mumet tapi seru muahaha. Iya, temanya akan terus jadi perdebatan sepertinya.
HapusBiasanya film India ringan ringan baru kali ini ngambil tema agak berat ya. Dan ulasannya juga menarik. Setuju sekali, bahwa wanita perlu dihargai bukan penghargaan.
BalasHapusIya lebih berat dari yang biasa beredas ya muehehe. Yap, perempuan itu berharga.
HapusMbak tulisannya bagus banget, bahkan judulnya pun bikin penasaran jadi inget chat semalam. Musti banyak belajar lagi nih aku. Dan setuju dibagian wanita selalu benar...hihihi...
BalasHapusAduh belum mampir blognya Mbak Vety, wait yaaa.
Hapusehmmm .. kayaknya orangnya kalem ... tapi aslinya galak ya ... :)
BalasHapusKomentar cem apa ini? Wakakak
HapusSepenggal kata "Tidak" yg dijabarkan sempurna dgn makna yg kereen dan banyak org tak ingin memahami karena ego
BalasHapusSemoga semakin banyak yang paham :)
Hapusjadi karena aku belom punya, aku harus donlot dulu nih biar bisa merasakan sendiri sensasinya dan makin kekinian
BalasHapusSilakan tonton filmnya Om Dodon~
HapusJadi sebenernya..
BalasHapusini review film apa bukan?
Oh oke iya sepertinya
Tapi jujur kalo ini review film, maka ini pertama kalinya saya baca review dari mata yang berbeda.
hahahaa
Bahasanya
Bikin manggut mnaggut
Dan saya sempet mikir apasih "kesalahan patriarki"
Yaampun aku baru tau hal hal beginian :D
Btw jadi penasaran sama film nya euy
Huehehe beda, yak? Maapin wkwkwk
HapusNonton, dong, bagus banget.
Tulisan yang bikin nama Tiwi ada di daftar penulis favoritku. Tulisan yang bikin jd sering ngobrol sama Tiwi.
BalasHapusMain lagi ke sini setelah sekian lama. Dan aku sudah nonton filmnya, mengoreksi komentarku sebelumnya. Ternyata enggak se-spoiler itu.
Nonton Pink, gemes sendiri. Kesel, tapi juga cemas, apakah aku, sadae atau tidak, juga pernah jadi 'pelaku'.
Baca lagi, dua tahun lebih setelahnya, bahkan aku masih belum bisa nulis kaya begini.
Ada level di kamu yang ndak bisa aku deketin ternyata.
Btw, kali ini aku baca bahkan sampe ke kolom komentar, ada janji kamu nulis isu lanjutan dr tulisan ini? Sudah kah? Kelewatkah aku?
Kalau boleh jujur, aku kurang paham sama tulisan (filsafat) macam punya Tiwi. Aku gak tau harus berdiskusi apa.
BalasHapusKarena yang aku pahami, wanita adalah mulia di mata Allah.
Tidak ada kesetaraan gender.
Karena nyatanya, dalam Islam pun memang Allah sudah menjanjikan wanita boleh masuk pintu syurga dari mana saja, asalkan memenuhi persyaratan.
Jadi...
Pada dasarnya, kehidupan bila dikembalikan lagi pada hukum syariat, in syaa Allah.
Menurutku kata kesetaraan gender agak kurang pas memang, mungkin lebih tepat "keadilan". Karena kalau setara agak susah nyetaraainnya. Contoh aja yang tertulis di percakapan foto di atas. Peremouan diminta angkat semen satu zak bakalan komplain pasti. Tapi kalau dikelola dengan prinsip keadilan
BalasHapusBakal lebih pas
Hapus*maap kepotong hehee
Aku selalu suka tulisan kakak. Apalagi yang ini. You have no idea how i adore this writing actually. Dan bagu mas mas di atas yang bilang kalo Di Islam gak mengenal kesetaraan gender, Yuk diskusi.
BalasHapusTulisannya bagus sekali, dengan pemilihan diksi yang cermat. Tapi sayangnya otakku enggak nyampai mikir rumit begitu. Hiks. Kasihan ya perempuan satu ini. Yang aku tahu, perempuan itu sebenarnya mulia, dan memang dimuliakan dalam agamaku, Islam. Jadi jika kita para perempuan sudah melaksanakan kewajiban-kewajiban dari Tuhan-Nya, maka hak dimuliakan itu insya Allah pasti ada :)
BalasHapusJadi penasaran sama film Pink ini. Aku biasanya nonton film India romance sih. Masalah yang dibahas juga oke, tentang perempuan
BalasHapusBelum pernah nonton film Pink. Ya, apalagi film India. Terakhir nonton ya 3 Idiots doang. Cukup suka dengan konten yang dibahas, terkait dengan sexual abuse dan sexual consent. Menarik.
BalasHapusBaca artikel ini jadi inget masa kuliah, mesti bedah film dan bikin artikel dari teori kesusasteraan, pilihan diksinya keren pantesan jadi artikel favorit
BalasHapusNah kannn. aku pernah mampir ke tuliannya Mbak Tiwi yang ini, terus lagi setelah itu aku bikin postingan di feed instagram aku heheee
BalasHapusTerima kasih untuk sharing postingan ini yah Mbak Tiwi ^_^
Seingatku kayaknya pernah nonton film Pink ini deh bareng suami, dan emang bagus ya filmnya.
BalasHapusKalau aku suka sedih sih lihat budaya patriarki yang udah mengakar di kehidupan masyarakat kita, aku juga merasa beruntung banget punya suami yang menolak budaya patriarki ini dan sangat2 menghargai perempuan padahal di lingkungan keluarga termasuk orang tua ya gitu deh hehe
film pink aku blm pernah monton niih. ternyata film india toh.
BalasHapustulisan tiwi selalu apik. suka.
bicara mengenai catcalling hmm aku pernah beberapa kali mengalami sih.
thankyou buat sharingnya tiw. buatku, semua harus seimbang ya porsi lelaki dan porsi perempuan
Ini film india?
BalasHapusWOW...
WOW..
WOW..
Aku belum pernah nonton ini sih, tp krn baca post ini jd kepengen nonton kan, hehehhe
Cewe selalu benar?
Terima kasih telah menjabarkannya :)
Tulisan ini mungkin menjadi salah tulisan review film yang mana tidak melulu membahas isi filmnya. Namun jauh lebih mengulik sisi lain, mengulik nilai yang terkandung dalam film. Dan entah kenapa, ketika membaca tulisan ini, mengingatkan pada kuliah filsafat, yang membahas semiotika, semiotika audio visual.
BalasHapusDan, dalam tulisan review film juga membahas sisi feminisme, yang mana membalasnya lewat sudut pandang wanita yang kemudian dituangkan secara gamblang pada tulisan yang tentu diselipi dengan kutipan kata kata dari simone de beauvoir.
Setelah membaca tulisan ini, yang muncul di kepala adalah berbagai macam.pembenaran2 yang mana banyak sekali kasus pelecehan kepada perempuan. Yang terkadang secara tidak disadari itu adalah salah satu bentuk pelecehan. Ya semisal catcalling..
Selain itu, kutipan dari salah satu bagian dalam film yang membahas TIDAK itu sungguh menyadarkan, bahwa terkadang tidak perlu ada alasan lain untuk melanjutkan kata Tidak. Tidak bisa menjadi tidak, tanpa perlu alasan kenapa menjadi tidak.
Dan, entah mengapa setelah membaca tulisan ini, sepertinya melihat perpaduan antara diksi, tata bahasa, ulasan film, dan tambahan data dari referensi, yang membuat tulisan begitu memukau.
Dan sungguh heran, ketika menyadari bahwa tulisan sebagus ini telah saya lewatkan lebih dari dua tahun yang lalu.
Terima kasih tiwi, telah membuat tulisan yang mencerahkan seperti ini, semoga para lelaki membacanya juga, agar lebih menghormati perempuan .
Laki-laki sedalam apa pun dia mempelajari feminisme, nalurinya tetaplah patriarki
BalasHapusCerita filmnya menarik, kalau bahasa kesetaraan gender memang hrus benar2 hati2 sih mnurut aku. Krna akan menyangkut budaya, agama dan juga pandangan yg berbeda disetiap daerah.
BalasHapusSemoga semakin bnyak org yg sdar pentingny saling mnghargai tnpa membedakan gender .
Jadi ingat kalau di tv2 pernah booming film India.., dan orang2 beneran suka
BalasHapusTapi kini lebih senang ngedrakor ya
Mungkin dilihat dari sisi romantisme dan rasa baper
Wkwkwkwk
Kesalahan orang-orang pandai ialah menganggap yang lain bodoh, dan kesalahan orang-orang bodoh ialah menganggap orang lain pandai. - Pramoedya Ananta Toer