“Iya, kamu kurang gaul. Kemakan
dunia maya. Lupa sekitar. Bikin hatimu selalu khawatir karena nggak bisa
memantau siapa yang ingin kamu pantau langsung. Hidup penuh kekhawatiran akan
menghambatmu jadi keren dan hebat. Dasar lemah.” – Shakti Nugroho, 2016.
BOOM!
Ketika kepala sedang penuh dengan
hal-hal yang carut-marut, seringkali sebuah tamparanlah yang bisa menyadarkan
kita dari keadaan kalut. Tahta akan hati telah direbut oleh kuasa dari pikiran
yang membuat jiwa raga manut. Lalu apa lagi yang membuat takut? Jalan sudah
dibuka, apa kita akan ikut?
Bagiku, dunia maya serupa candu.
Bukan hanya sekadar semu, tapi sesungguhnya kujuga mendapatkan begitu banyak
temu dari situ. Di sana pula, aku dapat mengembangkan pribadiku yang dahulu terlalu
banyak malu-malu. Namun tetap saja, dunia maya masih tampak begitu palsu bagi
orang-orang di sekitarku. Mau tidak mau, aku harus mulai berbaur.
Demi menyeimbangkan kehidupan
yang seringkali dianggap berat sebelah, aku mulai membuat celah di antara
sekumpulan orang untukku masuk ke dalam mereka. Beruntungnya, mereka adalah
orang-orang yang begitu terbuka, begitu menghargai adanya beda, begitu mudah
merangkul satu dan lainnya.
Beberapa waktu setelah lulus SMA,
ada seorang teman yang mengirim sebuah tautan di grup Facebook angkatan yang berisi—kurang lebih—bagaimana anak-anak
jurusan teknik begitu mudah membuat orang-orang di sekitarnya jatuh cinta.
Awalnya, biasa aja. Relatif, yakan? Tapi beberapa bulan terakhir aku merasa, “Link yang dulu itu ada benarnya juga,
ya.”
Aku mulai mengenal sekelompok
orang yang benar-benar baru. Mereka dengan segala tingkahnya yang lucu. Mereka
yang begitu unik di tiap individu. Mereka yang seringkali mengajak orang-orang
di sekitarnya menepis segala ragu. Karena katanya, “Gak ada yang gak bisa kalau
sama RnR!” Dan yang pasti, mereka bukan sekadar semu.
Rock N’ Roll
Wait, ini bukan sebuah genre musik yang popular itu, ya. Mereka
adalah sekumpulan orang yang tergabung dalam satu komunitas. Yap, ternyata di
kampusku—yang ya gitu deh—ada juga manusia-manusia seperti itu. Beruntung?
Jelas, aku adalah salah seorang yang beruntung. Sebab bukan hanya sekadar
kenalan atau teman baru yang kutemukan di situ, tapi hangatnya sebuah keluarga
yang benar-benar sedia merangkul.
Jumat lalu, mereka membuat sebuah
trip kecil ke kawasan Cibodas, Bogor.
Aku turut serta di situ. Oh iya, mereka ini tampak seperti orang-orang yang selengean, tapi kalau sudah buat acara
koordinasinya benar-benar mengagumkan. Kami berangkat dari kampus pukul 10.30
malam, dan itu kali pertama aku melakukan perjalanan keluar kota pada malam
hari dengan menggunakan sepeda motor beramai-ramai. Seru juga, ya!
Jumlah kami yang berangkat malam
itu adalah enam belas orang—13 laki-laki dan 3 perempuan—dengan menggunakan
delapan motor. Seriously, jadi
perempuan di antara mayoritas laki-laki yang ada di sana itu benar-benar
menyenangkan. Biasanya, seorang Tiwi selalu disetarakan dengan kaum Adam. “Yaudah,
sih, gak usah sok kayak cewek lo, Tiw. Biasanya juga apa-apa sendiri.” Iya,
teman-temanku memang layaknya bhangkhay,
tapi aku sayang. Mwah!
Sepanjang perjalanan, motor yang
kami gunakan berjalan berurutan. Motor yang ditumpangi perempuan berada di
tengah, rombongan diawali dan ditutup oleh para lelaki. Ternyata benar, sepi
bagi Jakarta itu layaknya mitos semata.
Oh iya, ada shocking moment juga saat kami sempat berhenti untuk menanti salah
satu dari rombongan yang pulang ke rumah terlebih dahulu. Lupa tepatnya di
daerah mana, yang pasti di pinggir jalan sana banyak “wanita-wanita” malam
dengan pakaian yang kekurangan bahan. Tapi bukan itu yang kumaksud shocking moment, kalau itu sih di
Cipinang juga banyak. Jadi, malam itu kulihat dua orang “wanita” ber-tanktop
dan rok mini yang berjalan ke belakang pagar yang berlubang. Oke, kupikir di
belakang pagar itu tempat mereka istirahat. Namun ternyata beberapa detik
kemudian… keduanya memerosotkan rok mereka hingga bokongnya tampak jelas dari
sebrang jalan. Watdefak. Mataku
ternoda!
Untungnya, kejadian itu kulihat
berdua dengan MpokPit. Jadi. Setidaknya aku tidak menikmati shocking moment itu sendirian. Terima
kasih, MpokPit.
Lanjut perjalanan malam yang
dinginnya sudah mulai mencekam. Ada yang berusaha mengatasi kantuk dengan
teriak-teriak di tengah jalan, neriakin penumpang motor lain yang tidak
dikenalnya. Ada. Kami sempat istirahat di sebuah pom bensin sebelum sampai ke
tempat tujuan untuk sekadar ngopi, ngerokok (untuk mereka), dan… makan tahu
bulat. Ya, supaya kekinian.
Terima kasih untuk Kak Tompul dan
Rizal yang sudah mengambil tahu bulat di tanganku, ya. Rese, lho, kalian.
Selepas rehat, aku mendapati
pemandangan yang luar biasa. Langit malam terasa tumpah ruah beserta sekumpulan
bintangnya di hadapan mata. Berkali-kali kuberucap, “I wish I could take a picture!” tapi sayangnya sangat tidak
memungkinkan. Ya, itu bukan langit dalam artian sebenarnya, sih. Tapi gelapnya
malam yang dihiasi cahaya lampu dari rumah-rumah dan gedung yang dilihat dari
ketinggian. Ah, indahnya bukan buatan.
Kami sampai di kawasan wisata
Cibodas sekitar pukul 02.30 dini hari. Singgahlah kami di warung Bu Ani sembari
menunggu pagi dan beranjak menuju air terjun Cibeureum. Sebagai orang yang
belum pernah ke tempat tersebut, kumerasa sungguh takjub dengan konsep unik
dari warung yang ada di situ. Warung-warungnya punya tempat untuk
istirahat—bahkan untuk tidur sekali pun—bagi para tamu tanpa biaya tambahan
yang dipungut. Syaratnya hanya satu, segala makan dan minum harus di warung
itu. Wajar, sih, ya.
Setelah sedikit menghangatkan
diri dengan teh dan kopi, kami menyempatkan diri membayar pejam yang sempat
kami utangi untuk perjalanan malam hari. Ya, supaya lebih fresh juga untuk menghadapi perjalanan yang—selanjutnya—harus
ditopang oleh kedua kaki.
Pukul 06.00 pagi kami bangun dan
bersiap ke tujuan utama. Sebelumnya, sarapan dululah, ya. Sayangnya, rintik
hujan sempat menghambat semua yang telah siap. Untungnya, hujan begitu
pengertian dengan tidak membiarkan bulirnya menghunjam Bumi terlalu lama. Tapi,
hujan itu keren, ya? Jatuh berkali-kali dan tak juga jera. Kalian gimana? Yeu~
Menerjang jalanan yang basah,
segerombolan anak ini tetap ceria. Sebetulnya, perjalanan kali ini lumayan
berat buatku. Ya, untuk orang yang seringkali punya masalah dengan pernapasan
dan jarang olahraga, jelas saja bukan jadi sesuatu yang ringan. Yap, benar
saja. Agak menyusahkan, jadi orang terbelakang yang menghambat rombongan. Duh,
maaf ya…
Untungnya ada orang yang sebegitu sabarnya menuntunku yang sudah layaknya nenek-nenek tak bertulang belakang. Terima kasih banyak, Yusup Fawzi Yahya. Mamamu nyidam apa, sih? Bisa sabar banget gitu, heran.
Untungnya ada orang yang sebegitu sabarnya menuntunku yang sudah layaknya nenek-nenek tak bertulang belakang. Terima kasih banyak, Yusup Fawzi Yahya. Mamamu nyidam apa, sih? Bisa sabar banget gitu, heran.
Terima kasih juga, ya, di perhentian
pertama—perhentian yang kesekian sih kalau buat aku mah bhahaha—ada ranger
berjaket hitam-merah yang tetiba muncul dari belakang rombongan dengan botol
air minum di dalam genggaman. Yap, Rizal jadi hero!
Di sana, Bang Romy yang berlaku
sebagai “pawang” di perjalanan kali ini memberikan sebuah advice, “Jangan berhenti-berhenti, ya. Kalo gak kuat gak apa-apa
jalannya pelan-pelan, tapi jangan berhenti. Nanti power-nya drop lagi.” Oh,
gitu ya ternyata? Makasih juga buat Bang Romy, perjalanan setelah itu gak
begitu berat lagi. ya, walaupun sempet berhenti juga karena gabisa napas dan
mual-mual.
Selain shocking moment, ada hectic
moment juga nih. Di tempat singgah kedua, kami berhenti lumayan lama karena
hujan datang lumayan lebat dan lama. Apakah itu? Dan apakah Tiwi bisa dengan
selamat sampai ke air terjun Cibeureum? Yak, karena post ini sudah terlalu
panjang maka disambung ke part
selanjutnya aja, ya.
So, Gengs, kusempat melempar beberapa buah tweet perihal ini di
akun @prtiwiyuliana, hal-hal yang perlu diperhatikan untuk—khususnya—para perempuan
dan orang yang belum terbiasa dalam melakukan wisata seperti ini adalah:
- Siapkan fisik dan mental, kalau bisa olahraga dulu sebelum pergi ke tempat seperti itu ya.
- Mesti tau dulu track yang akan kalian tempuh itu kayak apa, jangan benar-benar blank.
- Jangan menganggap dengan sampai puncak lalu kalian jadi orang yang keren, karena hal ini bukan perihal gaya-gayaan. Apalagi kalau sampai memaksakan kesehatan yang kurang memungkinkan.
Catat, ya!
Salam sayang,
Pertiwi Yuliana
12 komentar
"ke gunung ke pantai ayo ramai ramai bawa aku ke sanaaaaaaaaa, indahnya liburan bersama teman-temaaaaaaaaannnn"
BalasHapusliburan - endank soekamti
Ada artis :o
Hapusjd mupeng pengen kesana 😃
BalasHapusHayuk, Mbak, keren banget. Aku juga pengin lagi wkwkwk
HapusYah moment shocknya nggak kefoto #eh gagal fokus kan...hihihi
BalasHapusYah, Mbak... Itu horor wkwkwk
Hapusgood..
BalasHapusThx.
HapusHm... dunia maya itu buat hiburan kalo dunia nyata lagi gak menarik, sih. Gue biasanya gitu. Ehehe.
BalasHapusItu maksudnya cewek kelihatan bokong pada ngapain? Kencing? Boker?
Duh, jadi kangen banget sama Cibodas abis baca ini. Lu naik ke puncaknya berapa jam? Waktu itu kalo gak salah gue sekitar 1,5-2 jam.
Gue mah kan kepaku maya bet wkwkwk
HapusKENCING ANJIR PARAH BET PARAH MATA GUEEEEE :'(
Lama gue, lebih dari tiga jam kayaknya mah. Engap gue njir. :'(
Nikmati masa mudamu. Jelajahi semua yang kau ingin. Nanti akan menjadi kenangan indah di masa tua. :)
BalasHapusSiap, Om! :)
HapusKesalahan orang-orang pandai ialah menganggap yang lain bodoh, dan kesalahan orang-orang bodoh ialah menganggap orang lain pandai. - Pramoedya Ananta Toer